Abu Pembakaran Batubara (APB): Jawaban untuk Pertanyaan Anggota DPRD Jatim Komisi D

 Seminggu yang lalu,  komisi D DPRD Jatim melakukan tinjauan lapangan ke lokasi timbunan abu pembakaran batubara (APB) yang berada di pemukiman warga. APB digunakan oleh warga sebagai material urug karena ketidak tahuan mereka bahwa APB tergolong dalam Bahan Beracun Berbahaya (B3). APB didapatkan oleh warga dengan membayar sebesar 150 ribu dari oknum pekerja pabrik pengelolaan B3 yang berada di desa tersebut. Ketika melihat timbunan APB, salah seorang anggota komisi bertanya apakah timbunan APB ini berbahaya?. Pertanyaan itu kemudian dijawab oleh salah seorang warga dengan menyatakan bahwa berdasarkan peraturan pemerintah (PP no. 101/2014), APB tergolong bahan beracun dan berbahaya (B3). Karena dia pun masih tidak percaya, maka  BLH diminta untuk mengambil contoh untuk diuji.  Pada selasa (13/09), mereka mengambil 1 contoh APB yang terdapat di pemukiman warga. Menjawab pertanyaan salah satu anggota komisi D tersebut, saya buat tulisan ini dan semoga bermanfaat bagi teman-teman lainnya.

Sebelum membahas APB, mari belajar tentang batubara Indonesia. Batubara kita memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara lain (tabel 1). Bahan volatil yang terdapat dalam batubara memberi petunjuk besaran asap yang dihasilkan dari proses pembakaran (Hesley et al., 1986). Bahan volatil bervariasi antara 8.8-45.5%, dimana senyawa yang terdapat didalamnya diantaranya adalah PAH dan fenol. Kedua senyawa ini (PAH dan fenol) merupakan senyawa beracun dan tergolong dalam senyawa pengganggu hormon (SPH) yang mampu merubah metabolisme dan produksi hormon pada manusia. Abu Pembakaran Batubara (APB) terdiri atas 2 jenis: fly dan bottom ash.

Tabel 1. Perbandingan karakteristik batubara Indonesia, India, dan Afsel (Ekbote, 2016)

KARAKTERISTIK(%) INDIA INDONESIA AFRIKA SELATAN
Kelembaban total
10-20
10-30
8
Abu
25-50
10-15
15-17
Bahan volatil
16-30
25-35
23
Karbon tetap
24-40
45
51
Karbon
30-55
60
70-80
Hidrogen
2-4
4.5
4-5
Sulfur
0.7-1.15
1
 hingga 1
Oksigen
4-8
12
8-9

*Karbon tetap (fixed carbon) = residu padat dari pembakaran yang ada setelah batubara dibakar/dipanaskan dan bahan volatil dilepaskan.

Fly ash adalah partikel ringan yang bergerak meninggalkan zona pembakaran bersuhu tinggi dan cerobong. Fly ash umumnya berwarna kecoklatan hingga abu-abu gelap, berukuran 1-100 µm, dan halus. Bottom ash lebih berat dan kasar daripada fly ash dan tertinggal di tungku pembakaran, berukuran antara 0.1-50 mm, serta berwarna hitam dan berpori. Berdasarkan PP no. 101/2014, keduanya dikategorikan sebagai B3 pada lampiran I tabel 4.  Mengapa APB dimasukkan dalam B3, karena mengandung logam berat, dan elemen radioaktif (uranium, thorium, radon, radium dan polonium) (French dan Smitham, 2007).  Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Duke menemukan bahwa radiasi abu pembakaran batubara (APB) lebih tinggi 5 kali lipat dari tanah dan 10 kali lipat dari batubara. Secara alami, batubara mengandung isotop radium dan timbal-210 yang merupakan hasil sampingan dari uranium dan thorium. Pembakaran batubara menyebabkan isotop radium terkonsentrasi pada APB dan menjadi volatil (Fidler, 2015). Dampak paparan radioaktif yang utama adalah kanker (Lenntech, 2016).

Tabel 2. Komposisi kimia dari APB (EPRI, 2009) 


Komposisi (mg/kg) Bottom Ash Fly Ash Dampak
Aluminium (Al) 70,000-140,000 59,000-130,000 Menyebabkan kerusakan pada sistem syaraf pusat, demensia, kehilangan memori, dan gemetaran parah (Lennetech, 2016)
Calcium (Ca) 7,400-150,000 5,700-150,000

Besi (Fe) 34,000-130,000 40,000-160,000 Menyebabkan konjuctivitis, koroiditis, retinitis, dan menghirup konsentrasi best oksida (FeO) dalam waktu yang lama dan jangka panjang meningkatkan resiko kanker paru-paru (Lenntech, 2016)
Silikon (Si) 160,000-270,000 160,000-280,000 Menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang  kontak dengan elemen. Peradangan kulit ditandai dengan kemerahan, gatal, dan bersisik. Juga menyebabkan gangguan sistem imun dan autoimun, seperti scleroderma, rheumatoid arthritis, sarcoidosis, dll (Lenntech, 2016)
Magnesium (Mg) 3,900-23,000 3,400-17,000

Potassium (K) 6,200-21,000 4,600-18,000 Kotak dapat menyebabkan luka terbakar pada kulit dan mata. Menghirup début atau asap menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan (Lenntech, 2016)
Sodium (Na) 1,700-17,000 1,600-11,000 Kontak dengan air menghasilkan asap sodium hidroksida yang bersifat sancta iritatif pada mata, hidung, kulit, dan tenggorokan (Lennetech, 2016).
Sulfur (S) 1,900-34,000 <LD-15,000 Menyebabkan  efek dermatologis, sesak nafas dan emboli paru-paru, cacat pendengaran, gangguan metabolisme hormon, kegagalan reproduksi, kerusakan hati, perubahan perilaku dan gangguan syaraf (Lenntech, 2016)
Titanium (Ti) 4,300-9,000 4,100-7,200 Bersifat mudah terbakar. Paparan dalam jangka pendek menyebabkan korosi pada kulit, mata, dan saluran pernafasan. 
Antimony (Sb) <LD-16 <LD Menyebabkan penyakit paru-paru, diare, iritasi pada mata, kulit, dan paru-paru,  maag.
Arsenic (As) 22-260 2.6-21 Bersifat racun.  Paparan dalam jangka panjang dan dosis rendah menyebabkan kerusakan sistem pembuluh dan syaraf dan kanker. Kanker kulit dan naiknya resiko kanker organ (kanker hati) sebagai dampak paparan (USPHS, 2001). USEPA menetapkan baku mutu arsenik sebesar 0.01 mg/L untuk air minum.
Barium (Ba) 380-5,100 380-3,600 Dosis rendah menyebabkan kesulitan bernafas, peningkatan tekanan darah, perubahan detak jantung, iritasi perut, otot lemas, pembengkakan Kotak dan hati, kerusakan hati dan ginjal (Lennetech, 2016)
Beryllium (Be) 2.2-26 0.21-14 Menyebabkan nafas pendek, batuk, kelelahan, kehilangan berat badan (OSHA, 2015)
Boron (B) 120-1,000 <LD-335 Merusak hati, ginjal, otak dan dapat berujung pada kematian (Lennetech, 2016)
Cadmium (Cd) <LD-3.7 <LD Cadmium menyebabkan kerusakan pada ginjal, diare, tulang retak, kegagalan reproduksi dan infertilitas, sistem syaraf pusat, sistem kekebalan tubuh, gangguan psikologis, kanker (Lenntech, 2016)
Chromium (Cr) 27-300 51-1,100 Chromium (VI) bersifat racun pada konsentrasi rendah (USPHS, 2000; Goyer, 1996), korosif, dan allergy pada kulit, kerusakan ginjal dan hate (USPHS, 2000).
Copper/ Perunggu (Cu) 62-220 39-120 Paparan dalam jangka panjang menyebabkan iritasi pada hidung, mulut, dan mata, pusing, muntah, dan diare. 
Lead/Timbal (Pb) 21-230 8.1-53 Beracun dan merusak system ginjal, kardiovaskuler, dan syaraf. Paparan dalam konsentrasi rendah menyebabkan gangguan kognitif dan perkembangan perilaku pada anak-anak (Pirkle et al.,1998; USPHS, 2000; Goyer, 1993; Nriagu, 1988)
Manganese (Mn) 91-700 85-890 Menyebabkan gangguan kerangka, perubahan warna rambut, cacat lahir, gangguan kulit, dan intoleransi glukosa
Mercury (Hg) 0.01-0.51 <LD-0.07 Merkuri anorganik dapat diubah oleh mikroorganisme menjadi metil merkuri yang terdapat pada tanah, air tawar, dan sedimen laut. Metil merkuri memiliki tingkat racun yang lebih tinggi dibandingkan bentuk lainnya. Menyebabkan kerusakan permanen pada sistema syaraf pusat, ginjal, dan janis (USPHS, 2000; WHO,1989).
Molybdenum (Mo) 9-60 3.8-27 Menyebabkan nyeri sendi pada lutut, tangan, kaki; kelainan artikuler, eritema, dan edema
Nickel (Ni) 47-230 39-440 Bersifat karsinogenik/ menyebabkan kanker (USPHS, 2001)
Selenium (Se) 1.8-18 <LD-4.2 Asap selenium menyebabkan akumulasi cairn pada paru-paru, ashma, sesak nafas, sakit kepala, nafas pendek, diare dan pembesaran hati
Strontium (Sr) 270-3,100 270-2,000 Mengganggu perkembangan tulang
Thallium (Tl) <LD-45 <LD Menyebabkan gastroentritis, polineuropati, alopecia, anoreksia, sakit di seluruh tubuh, dan sakit kepala (Peter dan Viraraghavan, 2004)
Uranium (U) <LD-19 <LD-16 Menyebabkan kerusakan ginjal (ATSDR, 2013)
Vanadium (V) <LD-360 <LD-250 Menyebabkan kram perut, diare, dan sesam nafas. (ATSDR, 2012)
Zinc/Seng (Zn) 63-680 16-370 Dapat menyebabkan anemia, merusak pankreas, dan menurunkan HDL

Banyak senyawa yang terkandung dalam APB yang menjadi perhatian karena dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karenanya, pengangkutan, penyimpanan, pengelolaan, dan penimbunannya harus dilakukan secara hati-hati. Senyawa yang terkandung dalam APB dapat terlepas dan mencemari lingkungan sekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh  Kurniawan et al (2015) terhadap APB yang diambil dari 5 PLTB, yaitu Ombilin, Tanjung Enim, Tanjung Jati (1,2,3,4), Rembang, dan Paiton (1,9). Hasil dari penelitian tersebut: teridentifikasi 9 logam berat yang terlepas dari bottom dan fly ash (B, Ba, Co, Cr, Cd, Cu, Ni, Zn, dan Pb). Boron (B) merupakan logam berat dengan konsentrasi tertinggi dan Cd terendah yang terlepas dari APB. Konsentrasi boron yang terlepas melebih bakumutu yaitu 8.51 mg/L. Dalam perhitungannya, Kurniawan et al (2015) menyatakan bahwa apabila PLTB membangun lokasi pembuangan APB (dengan investasi awal 11, 21 milyar rupiah) maka PLTB akan mengalami kerugian.

Kementerian ESDM memperkirakan bahwa produksi APB akan mencapai 8.31 juta ton pada tahun 2019, dengan asumsi 5% dari konsumsi bahan bakar (Kementerian ESDM, 2016). Mengaitkan kondisi ini dengan peristiwa yang terjadi di Lakardowo, dimana lemahnya kontrol KLHK terhadap industri pengelola B3 amat sangat mengkhawatirkan. Kesehatan masyarakat sekitar dan kerusakan lingkungan menjadi taruhan dalam pengelolaan B3 (dalam hal ini APB) yang sembrono dan Lakardowo menajadi saksi dan penderita dari kesembronoan tersebut. 

Bila melihat rencana pemerintah untuk mengoptimalkan peran batubara sebagai pemasok energi/ listrik dan  melihat kondisi di lapangan dalam pengelolaan B3-APB, maka rencana ini menjadi mengerikan. Apakah kemudian menjadi etis, mengorbankan ratusan hingga ribuan orang (kesehatan dan lingkungan hidup) untuk memasok listrik bagi jutaan orang? 


REFERENSI
ATSDR. 2005. Toxicological Profile for Zinc. https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp60-c1-b.pdf 
ATSDR. 2012. Toxicological Profile for Vanadium. http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp58.pdf
ATSDR. 2013. Toxicological Profile for Uranium. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK158802/pdf/Bookshelf_NBK158802.pdf
EPRI. 2009. Coal Ash: Characteristics, Management, and Environmental Issues. 12 pp
Fidler, J. 2015. Coal Ash Found to be 10 Times More Radioactive Than Coal Itself. http://naturalsociety.com/coal-ash-found-to-be-10-times-more-radioactive-than-coal-itself/ 
Goyer, R. A. 1996. Toxic Effects of Metals. In Casarett and Doull’s Toxicology. The Basic Science of Poisons. Fifth Edition. McGraw-Hill Health Profession Division
Kementerian ESDM. 2016. Indonesia Electricity Development Plan and Coal Ash Management Plan. Dipresentasikan pada International Coal Based Power Conference, 17 Maret 2016. New Delhi, India. 
Kurniawan, A. R., S. Maryati, Y. Dote, dan T. Sekito. 2015. The Environmental Assessment and Cost Benefit Analysis of Utilization of Coal Combustion Products (CCPs). Journal Perencanaan dan Perkotaan, V3N1: 127-134
Nriagu, J. O. 1988.  A Silent Epidemic of Environmental Metal Poisoning. Enviro Pollution, 50:139-161 
OSHA. 2015. Health Effects of Exposure to Beryllium. https://www.osha.gov/Publications/OSHA3822.pdf
Peter, A. L. J, dan T. Viraraghavan. 2004. Thallium: a review of public health and environmental concerns. Environ International, 31: 493-501. http://192.185.117.31/~heavymet/wp-content/uploads/2013/07/Thallium1.pdf

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer