DARTH VADER (BACA: DIOKSIN) KALI SURABAYA

Darth Vader
Bagi penggemar STAR WARS, nama Darth Vader tidak asing lagi. Darth Vader adalah tokoh antagonis paling terkenal dalam serial STAR WARS. Darth Vader, dalam kasus pencemaran lingkungan, adalah dioksin dan senyawa yang menyerupai dioksin. Dioksin adalah senyawa yang menjadi perhatian utama dalam permasalahan pencemaran lingkungan dan kesehatan. Dioksin tidak diproduksi, namun merupakan produk sampingan dari pembakaran, produksi bahan kimia, pemutih pada proses produksi industri bubur kayu dan kertas, serta proses produksi lainnya. Pelepasan dioksin ke perairan dari pabrik pulp dan kertas menjadi isu penting 35 tahun yang lalu di AS. Pada tahun 1982, EPA (KLHK versi AS) menerbitkan Clean Water Act (CWA) yang mengatur pembatasan buangan limbah cair dan teknologi yang digunakan berdasarkan standard yang diinginkan. Tahun berikutnya, EPA menginisiasi survei nasional pemantauan tingkat dioksin di lingkungan sebagai bagian dari rencanaSTRATEGI DIOKSIN. Hasil survei menunjukkan, bahkan pada lokasi yang dianggap sebagai lokasi yang minim pencemaran dioksin pada kenyataannya memiliki konsentrasi dioksin yang tinggi. Penelitian dan kebijakan terkait dioksin sudah dimulai sejak tahun 1949. Berikut ini adalah sejarah keilmuan dan kebijakan terkait dioksin[1].


Tabel 1 Sejarah keilmuan dan kebijakan pengendalian dioksin
1949
USDA mendaftarkan 2,4,5-T sebagai pestisida
1957
TCDD diidentifikasi sebagai penyebab chloracne
1966
USDA dan FDA menetapkan batas residu untuk 2,4,5-T dalam makanan
1969
Penelitian laboratorium awal menunjukkan hubungan antara 2,4,5-T dan TCDD sebagai penyebab cacat lahir
1970
AS berhenti menggunakan agen oranye (termasuk di dalamnya 2,4,5-T) di Vietnam
1971
EPA membatasi penggunaan 2,4,5-T dalam rumah tangga
1972
Kontroversi terkait proses pengambilan keputusan 2,4,5-T oleh EPA
1974
CDC (Center for Disease Control) mengidentifikasi dioksin adalah bahan beracun dalam oli bekas Missouri
1976
Kecelakaan industry di Sveso (Italia) melepaskan dioksin dalam jumlah besar
1977
Amandemen Peraturan Udara Bersih (Clean Air Act) memasukkan dioksin dan furan dalam daftar pencemar udara yang berbahaya dan beracun
1978
Penelitian pertama EPA yang membuktikan keterkaitan antara keguguran dan penggunaan herbisida di Alsea (Oregon). Peneliti Dow Chemicals Co. melaporkan bahwa TCDD adalah karsinogen dalam penelitian laboratorium
1979
Alsea II mengevaluasi data keguguran dan penggunaan pestisida 2,4,5-T. EPA dituduh meningkatkan resiko. EPA menghentikan penggunaan 2,4,5-T. Veteran perang Vietnam memulai gugatan class action. Dioksin dan furan teridentifikasi merupakan emisi dari pembakaran limbah industry
1981
Laporan 5 tahunan SVESO menemukan tidak ada dampak kesehatan lain, selain chloracne dari dioksin. Kelompok peneliti kanker EPA memperkirakan dioksin sebagai karsinogen paling potensial yang pernah diketahui
1982
Program Nasional Toksikologi melaporkan hasil paparan dioksin terhadap pembentukan kanker pada hewan uji
1983
EPA menerbitkan strategi nasional yang dimandatkan oleh kongres AS untuk menginvestigasi, identifikasi, dan memulihkan lokasi yang terkontaminasi dioksin
1984
EPA membatalkan pendaftaran 2,4,5-T. Peraturan Limbah Padat Beracun dan Berbahaya (Hazardous Solid Waste Act) mendorong EPA untuk mengevaluasi resiko yang dihasilkan oleh emisi dioksin dari fasilitas pembakaran sampah kota
1985
EPA merevisi pemantauan kesehatan dioksin, dan menurunkan resiko kanker yang diperkirakan melebihi 2
1987
Kelompok peneliti EPA merekomendasi untuk mengubah potensi kanker menjadi sedang. EPA mengembangkan factor ekuivalen racun (Toxic Equivalency Factors atau TEFs) untuk dioksin dan senyawa seperti dioksin
1990
EPA menerbitkan standar kinerja sumber baru (New Source Performance Standards) untuk fasilitas pembakaran sampah kota dengan batas emisi total dioksin dan furan mencapai 30 ng/m3
1991
Studi epidemologi NIOSH menunjukkan bahwa dioksin adalah karsinogen untuk manusia, hanya pada paparan dengan konsentrasi tinggi. EPA menginisiasi pemantauan ulang dioksin
1994
EPA membuat draft laporan pemantauan ulang untuk potensi dampak kesehatan bukan kanker dalam kisaran paparan yang terjadi pada skala rumah tangga. Henry Waxman, Barry Commoner dan aktivis lingkungan lainnya mengusulkan pelarangan klorin (Environment Reporter,9/30/94, hal. 1133)

AOX (absorbable organic halides) adalah uji yang digunakan oleh peneliti Swedia. EPA Swedia atau SEPA sudah mulai melakukan pengaturan sejak tahun 1986 untuk mengurangi total organoklorin yang terdapat dalam buangan limbah cair. Swedia bergantung pada AOX karena merupakan metode pengukuran yang tidak mahal dan dapat dipertanggung jawabkan secara teknik.
AOX tidak hanya mengandung klor, tetapi juga bromida (Br) dan Iodida (I). Parameter ini juga mencakup sebuah kelompok besar senyawa, mulai dari senyawa volatile sederhana macam triklorometan (kloroform), atau molekul organic kompleks seperti dioksin/furan dengan berbagai karakteristik racun. Hampir seluruh senyawa kimia yang dikenal sebagai pencemar organic persisten (POPs) seperti PCB (polychlorinated biphenyls), DDT, dan dioksin adalah komponen terhalogenasi. Namun, berbagai komponen organic terhalogenasi terdapat dalam analisis AOX. Komponen AOX mendapatkan perhatian khusus karena mereka tidak mengalami penguraian dalam jangka waktu yang panjang,  dan terakumulasi dalam rantai makanan. Tiga senyawa penting dalam AOX yang menjadi perhatian:
1.     Kelompok klorofenol. Pada sebuah kasus dimana seorang pria terpercik 2,4-diklorofenol murni pada tangan dan kaki mengalami kematian tak lama setelah kejadian. Pekerja yang memproduksi pestisida dari klorofenol dan terpapar melalui pernafasan dan kulit mengalami jerawat dan luka pada hati. Resiko terkena kanker juga lebih tinggi pada pekerja yang membuat/ menggunakan pestisida dalam jangka waktu lama. Studi laboratorium menunjukkan bahwa tikus yang diberi minum klorofenol dalam konsentrasi  yang tinggi mengalami kerkusakan pada hati dan system imun[2].
2.     Kloroform. Menghirup kloroform dalam konsentrasi yang sangat tinggi >900 ppm dalam jangka pendek menyebabkan kelelahan berlebihan, pusing, dan sakit kepala. Apabila menghirup, memakan, dan meminum air yang mengandung kloroform pada konsentrasi yang rendah dalam jangka waktu panjang menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.  Dalam percobaan laboratorium, tikus yang menghirup dan mengkonsumsi kloroform dengan kisaran 30-300 ppm selama masa kehamilan akan mengalami keguguran. Sedangkan pada jantan akan menghasilkan sperma abnormal dan keturunan yang induk terpapar mengalami cacat lahir. Pada beberapa penelitian pada manusia, mengkonsumsi air yang terklorinasi menunjukkan keterkaitan dengan kejadian kanker kolon/usus dan  kandung kemih. Oleh karenanya, IARC (International Agency for Research on Cancer) mengelompokkan kloroform sebagai kemungkinan karsinogen pada manusia (2B)[3].
3.     Dioksin dan Furan adalah senyawa kimia paling beracun yang pernah ditemui. Paparan jangka pendek oleh dioksin/furan menghasilkan penyakit macam chloracne dan penghitaman kulit serta perubahan fungsi hati. Sementara paparan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan pada system imunitas, perkembangan system syaraf, endokrin, dan fungsi reproduksi. Paparan kronik senyawa ini menghasilkan beberapa tipe kanker. Berdasarkan data epidemiologis manusia, TCDD dikategorikan sebagai karsinogen pada manusia. Kelompok paling rentan terhadap paparan dioksin adalah janin yang sedang berkembang. Sementara bayi yang baru lahir yang masih dalam proses perkembangan system organ juga menjadi kelompok yang rentan. Beberapa orang mungkin terpapar oleh dioksin dalam jumlah besar akibat makanan (misal: konsumsi ikan pada lokasi tercemar dioksin) dan jenis pekerjaan (pekerja pada industry pulp dan kertas, incinerator, dan fasilitas pengelolaan limbah B3)[4]

Tabel 2 Pengembangan regulasi pengelompokan industri pulp dan kertas
1983
·        EPA menginisiasi survei nasional dioksin, dan mendeteksi peningkatan konsentrasi dioksin di hilir pabrik pulp dan kertas
1984
·        EDF (Environmental Defense Fund) dan NWF (National Wildlife Federation) memasukkan petisi yang meminta EPA untuk mengatur dioksin dan furan dari semua sumber yang diketahui. EPA menolak petisi
1985
·        EDF dan NWF mengajukan gugatan
1986
·        Juni. EPA, NCASI, dan Institusi Kertas Amerika (API) setuju untuk melakukan penelitian 5 pabrik, guna mendeteksi TCDD dan TCDF pada limbah, sludge  dan pulp dari industry pulp dan kertas.
·        Greenpeace menginisiasi regulasi kebebasan informasi (FOIA) dengan meminta seluruh informasi yang tersedia terkait permasalahan dioksin pada pabrik pulp dan kertas
1987
·        Amandemen Regulasi Air Bersih menetapkan batas waktu pada EPA dan negara untuk menyebutkan pencemar beracun.
·        Januari, surat dari EPA ke API dibocorkan kepada ahli lingkungan, yang menunjukkan bahwa: (1) pegawai EPA  setuju untuk memberitahu industry sesegera mungkin permintaan data yang tercantum dalam FOIA; (2) hasil yang mengindikasikan potensi ancaman terhadap kesehatan manusia tidak akan dibuka hingga publikasi dari laporan final penelitian.
·        Agustus. Greenpeace AS menerbitkan  laporan yang menuduh EPA menutupi hasil penelitian
·        Septermber. Koran NY Times memuat laporan yang mendeteksi dioksin pada produk kertas rumah tangga. Laporan didasarkan pada penelitian 5 industri dan melakukan pengukuran dioksin pada produk kertas
1988
·        EDF, NWF, dan EPA menandatangani surat keputusan persetujuan untuk melakukan pemantauan resiko secara menyeluruh dari dioksin dan furan yang terdapat dalam sludge, limbah cair, dan produk yang dihasilkan dari 104 industri bubur kertas dan seperti yang diamandemenkan pada tahun 1992 untuk mengajukan regulasi terkait buangan dioksin dan furan ke air permukaan dari industry pada 31 oktober 1993
·        EPA menerbitkan strategi terkait emisi dioksin dari industry pulp yang memaksa industry kertas untuk memonitor dioksin dan mengadopsi control pemantauan jangka pendek (Hanmer, 1988; EPA-V 1988)
·        EPA dan industry mulai penelitian 104 industri
·        Penelitian ahli Swedia menghasilkan indicator AOX (adorbable organic halides) yang digunakan oleh EPA pada tahun 1993 untuk menentukan batas buangan limbah cair
1989
·        EPA menginisiasi pemantauan inter-lembaga, inter-kantor sludge, buangan limbah cair dan produk pulp dan kertas
·        Maret dan Juni. Hasil pertama dari penelitian 104 pabrik diterbitkan
1990
·        EPA menerbitkan pemantauan resiko paparan dioksin dan furan terhadap manusia, satwa liar dan burung serta hewan air yang berasal dari pembuangan dan penggunaan sludge dari pabrik pulp dan kertas kraft dan sulfit. Berdasarkan penelitian 104 pabrik,  guna melindungi kesehatan satwa liar, membutukan konsentrasi TCDD (dioksin) pada tanah  sebesar 4-400 kali lipat lebih rendah daripada konsentrasi yang dibutuhkan untuk mencegah  resiko kesehatan pada manusia
1991
·        Mei. Berdasarkan surat keputusan persetujuan bersama, EPA mengajukan regulasi sludge pabrik pulp dan kertas yang didasarkan TSCA (Toxic Substance Control Act) pasal 6. Batasan 10 ppt (ng/L) untuk konsentrasi dioksin/furan yang diperbolehkan untuk paparan dalam tanah (menghasilkan estimasi dampak resiko kesehatan manusia kurang dari 10-4) dan melibatkan pemantauan untuk pabrik yang mengajukan laporan tahunan dan mengelola data mengenai tanah, aplikasi dan analisis laboratorium.
·        Juli. OMB keberatan terhadap permintaan pengumpulan informasi (Environment Reporter, 8/16/91, hal 1058)
1992
·        EPA mengumumkan untuk mencari persetujuan sukarela dengan industry terkait peraturan pada pabrik pulp dan kertas (Environment Reporter,12/24/93, hal 1545-1546)
1993
·        September. NRDC dan 55 kelompok lingkungan mengajukan petisi berdasarkan CWA pasal 307(a) agar EPA melakukan pelarangan buangan dioksin/furan oleh industry pulp dan kertas dengan melarang penggunaan klorin disbanding mengelola dioksin melalui standar BAT dibawah regulasi kelompok industry pulp dan kertas
·        Desemer. EPA mengajukan regulasi pengelompokan industry pulp dan kertas berdasarkan standar BAT
1994
·        Februari. Saat audiensi pengajuan regulasi pengelompokan, perwakilan industry menuduh EPA tidak berdasarkan keilmuan dan melebih-lebihkan keuntungan yang didapatkan industry dari pengggunakan baku mutu  terbaru.
·        Asisten administrasi riset dan pengembangan EPA, Robert Huggett melaporkan bahwa substitusi untuk klorin dioksida untuk klorin elemental mengurangi bahan kimia yang terakumulasi dalam jaringan lemak hingga batas deteksi alat (Environment Reporter, 2/18/1994, hal 1783-1784
·        April. EPA dan industry pulp dan kertas mengumumkan perjanjian sukarela terkait pembuangan sludge tercemar dioksin pada tanah dan menghasilkan best practice pengelolaan. Tidak ada pembatasan penggunaan sludge kika konsentrasi dioksin dan furan kurang dari 10 ppt. Untuk padang rumput, batas konsentrasi adalah 1 ppt. Pada 50 ppt, sludge tidak dapat diaplikasikan pada tanah
1996
·        Berdasarkan data terbaru,terkait kinerja lingkungan pabrik pulp dan kertas yang mengganti klorin dengan klorin dioksida, EPA mengumumkan 2 pilihan BAT untuk sub-kategori pulp dan kertas

Baku mutu New South Wales (NSW) untuk landfill sampah/limbah padat memasukkan AOX sebagai parameter pemantauan air tanah dengan baku mutu 10 mg/L, sementara untuk air bersih/ minum batasannya adalah 20 µg/L[5]. Pengaturan baku mutu AOX dalam air limbah juga dilakukan oleh German. Nilai ambang batas atau bakumutu yang ditetapkan oleh pemerintah German untuk AOX adalah 0,1 mg/L dan 100 kg/a.  Mengingat besarnya ancaman senyawa yang terkandung dalam AOX terhadap kesehatan, maka menjadi kebutuhan untuk melakukan pemantauan secara rutin untuk melindungi kesehatan masyarakat atau warga negara.

Kekhawatiran kami, Indonesia Water Community of Practice (IndoWater CoP) terhadap produksi AOX yang dihasilkan oleh pabrik pulp dan kertas berawal dari temuan sebuah tesis yang menguji kandungan AOX air sungai/ badan air  setelah buangan limbah cair dua industri pulp dan kertas terbesar pada tahun 2008. Dengan menggunakan inisial,  Yasmidi menyebutkan dua industri besar yang satu berada di DAS Siak (inisial I) dan lainnya Kampar (inisial R). Hasil pengujian menunjukkan kandungan AOX dari limbah cair PT. I sebesar 2,330 ppm (0,0982 kg/ADT) pada pagi hari (surut) dan 3,200 ppm (0,1349 kg/ADT) pada sore hari (pasang), sedangkan untuk PT. R adalah 0,1511 ppm (0,0071 kg/ADT) pada pagi hari (surut) dan 0,5236 ppm (0,0245 kg/ADT) pada sore hari (surut). Kedua industri telah memenuhi baku mutu AOX yang berlaku di Swedia (0,2 kg/ADT). Walaupun dengan kisaran yang memenuhi baku mutu Swedia, namun prediksi resiko AOX terhadap kesehatan manusia menunjukkan bahwa ikan di sungai Siak dan Kampar dalam daerah 4 km ke hulu dan 16 km ke hilir effluent diprediksi tidak layak untuk dikonsumsi[6].


Buangan limbah cair PT. Pakerin

Berdasarkan penelitian tersebut, IndoWater CoP bekerjasama dengan WLN (Water Laboratory Nusantara) melakukan pengujian terhadap 3 industri kertas: Mega Surya Eratama (MSE), Pakerin, dan Mount Dream Indonesia (MDI). Untuk pengukuran AOX, sampel harus dikirimkan ke kantor pusat WLN Belanda.  Hasil uji limbah cair (effluent)  dengan parameter AOX terhadap MSE, Pakerin, dan MDI adalah sebagai berikut secara berurutan (mg/L): 0,14; 0,7; 0,105. Terdeteksinya AOX dalam buangan limbah cair ketiga industri ini memunculkan kekhawatiran mengingat terdapat setidaknya 16 industri pulp dan kertas di Jawa Timur yang mayoritas berada di DAS Brantas dan di bantaran sungai. Belum lagi, industri pulp dan kertas bukanlah satunya-satunya sumber penghasil AOX (berikut dioksin/furan, kloroform). Segala kegiatan yang menggunakan klorin seperti: produksi air bersih (PDAM), usaha laundry, tekstil, dan rumah sakit juga menghasilkan AOX namun dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Peningkatan baku mutu menjadi kebutuhan dan tidak terelakkan apabila pemerintah (a.k.a Luke Skywalker) memang benar-benar menginginkan untuk melindungi warganya dari pencemaran dan mendapatkan lingkungan yang sehat.

Menutup tulisan ini, dengan mengutip ucapan Darth Vader (The Empire Strikes Back) ‘ If you only knew the power of the dark side/ jika saja kamu mengetahui kekuatan kegelapan’ dan menggunakannya dalam kasus lingkungan maka akan menjadi ‘Jika saja kamu mengetahui dampak racun dioksin/furan dan senyawa beracun lainnya terhadap kesehatan manusia”. Darth Vader lingkungan bukan tokoh fiksi ilmiah  yang ketika cerita selesai maka selesai pulalah perannya. Darth Vader lingkungan (dioksin/furan dan senyawa menyerupai dioksin) menetap dalam lingkungan (air, tanah, satwa liar, hewan air) dalam jangka waktu yang lama. Sehingga pengendaliannya harus dilakukan langsung pada sumber dan dilakukan secara serius untuk meminimalisir dampak.

Tabel 3 Proses pemutihan dan pengaruhnya terhadap karakteristik limbah yang dihasilkan[7]
Pemutihan (Virgin) Pulp  Secara Kimia
Pemutihan Pulp Secara Mekanis Dan Semi-Mekanis
·     Produksi dan dilepaskannya bahan pencemar tertentu dari proses kimia pemutihan pulp sangat dipengaruhi bahan kimia yang digunakan dan perubahan industri dari klorin ke ECF (elemental free chlorine)  mengubah karakteristik limbah
·     Pemutihan pulp daur ulang biasanya menggunakan sodium hipoklorit atau bahan kimia non klorin seperti hydrogen peroksida, sodium hidrosulfit, atau formamidine sulfinic acid (FAS). Pabrik yang tidak menggunakan hipoklorit atau bahan kimia yang mengandung klorin dikatakan bebas klorin (process chlorine free atau PCF)
·     Kloroform adalah produk sampingan dari penggunaan pemutih dengan sodium hipoklorit, klorin, dan klorin dioksida.
·     Kloroform dihasilkan sebagai produk sampingan dengan menggunakan sodium hipoklorit.
·     Produksi kloroform dari proses pemutihan pulp daur ulang sama dengan pemutihan virgin pulp.
·     Dioksin dan furan merupakan hasil sampingan dari proses pemutihan. Dioksin dan furan yang dihasilkan terbatas 2,3,7,8 TCDF dan TCDD.
·     TCF (Totally Chlorine Free) akan menghasilkan nilai TCDD/F dibawah batas deteksi alat
·     2,3,7,8-TCDD/F ditemukan dalam konsentrasi yang lebih rendah dari limit deteksi. Pada beberapa kasus TCDF juga ditemukan dalam produk kertas
·     AOX. Penggunaan pemutih secara kimiawi menyebabkan sebagian konsentrasi menempel pada material organic, menghasilkan senyawa organic terklorinasi.
·     Proses kimia menggunakan klorin dioksida menghasilkan senyawa organic terklorinasi yang lebih rendah dan menghasilkan AOX yang lebih rendah. Sementara TCF menghasilkan AOX.
·     Penggunaan klorin dan klorin dioksida di awal proses bleaching akan mempengaruhi jumlah AOX yang terbentuk. Pulp yang berasal dari kayu keras membutuhkan konsentrasi bleaching yang lebih rendah dibandingkan kayu lunak. Penggunaan
·     Penggunaan oxygen delignification dan/ memperpanjang proses memasak akan mengurangi jumlah bahan kimia yang digunakan pada proses pemutihan dan mengurangi jumlah AOX yang dihasilkan
·     AOX dapat dikurangi melalui proses pengelolaan limbah secara biologis hingga 50-70%.
·     AOX terbentuk akibat penggunaan sodium hipoklorit.
·     Limbah yang berasal dari system pemutihan pulp atau buangan limbah cari tidak banyak diukur dan dilaporkan. Penggunaan PCF tidak akan menghasilkan AOX dan penggantian dari hipoklorit akan membantu mengurangi AOX yang dilepaskan
·     Senyawa fenol terklorinasi. Senyawa ini menjadi perhatian karena sifat racunnya terhadap makhluk hidup dan resistensinya terhadap pengelolaan limbah secara biologi.
·     Kelompok senyawa ini termasuk tri-, tetra-, dan penta-fenol, katekol, dan guaiacol.
·      




[1] Powell, Mark R. 1997. Control of dioxins (and other organochlorines) from the pulp and paper industry under the Clean Water Act and lead in soil at Superfunding Mining Site: two casestudiesn in EPA’s use of science. Resources for the Future.  65 hal
[2] ATDSR. 1999. Toxicological profile for chlorophenols. https://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp107.pdf
[3] ATSDR. 1997. Public Health Statement Chloroform #CAS 67-66-3. https://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp6-c1-b.pdf
[4] WHO. 2016. Dioxins and their effects on human health. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs225/en/
[5] ALS Environmental. 2013. Absorbable Organic Halides (AOX) in water. Enviromail#65
[6] Yasmidi. 2008. Analisis kandungan senyawa organic terklorinasi (AOX) pada perairan di sekitar industry pulp dan kertas. Tesis. ITB
[7] National Council for Air and Stream Improvement (NCASI). 2013. Environmental footprint comparison tool kit: a tool for understanding environmental decision related to the pulp and paper industry. Effects of decreased release of chlorinated compounds on discharge to water. 4 hal

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer