Anak Muda Pembawa Perubahan di Sungai Brantas

Setelah ngendon dan tidak menulis selama hampir sebulan, saya memaksa diri untuk menulis lagi. Saya masih akan bercerita tidak jauh-jauh dari tema sungai. Bekerja dalam program pemberdayaan, membuat saya bertemu banyak orang dengan berbagai tingkat pendidikan. Anak muda dalam hal ini pelajar adalah obyek penelitian yang selalu membuat saya kagum. Mereka seperti tanah liat yang dapat kita ubah bentuknya sesuka kita. Ketika orang-orang dewasa mengatakan bahwa mereka tidak mampu untuk melakukan perubahan, mereka akan menjadi penakut dan tidak percaya diri. 'Iso opo?sek cilik ae melok-melok ngurusi, arek cilik ngerti opo?' yang artinya bisa apa?masih kecil saja mau ikut mengurusi, anak kecil ngerti apa?Kata-kata ini adalah kata-kata yang sering orang dewasa katakan pada mereka (anak muda) yang sedang berusaha mengubah sesuatu. Seorang teman mengatakan bahwa kata-kata adalah doa sehingga ketika kita mengatakan kita tidak bisa, maka seketika kita akan menutup semua kemungkinan lain yang bisa muncul. Kalau anda pernah membaca buku atau melihat film 'The Secret' yang mengguncang dunia beberapa tahun yang lalu, maka seperti itulah cara kerjanya. Energi/pikiran positif akan menarik energi positif, pikiran positif, dan orang-orang positif dan begitupun sebaliknya. Nah, bila masih ada orang dewasa yang mengatakan bahwa apa yang bisa anak-anak lakukan dan bahwa membuat perubahan adalah pekerjaan yang terlalu besar. Katakan pada mereka, bahwa mereka bisa pergi ke laut saja (PS: Saya hanya bercanda). 

Saya akan bercerita mengenai bagaimana anak muda yang seringkali diremehkan dan dikatakan bahwa membuat perubahan diluar kemampuan mereka mampu memutar balikkan semuanya. Dan karena saya bekerja di bidang restorasi sungai, maka anak muda yang saya ceritakan adalah anak muda yang punya kontribusi besar dalam memperbaiki kondisi Sungai Brantas dan lingkungan sekitarnya. Mari berkenalan dengan mereka:
Audiensi dengan gubernur
  1. Surat Cinta Untuk Sang PencemarZaskia dan kelompoknya  yang merupakan pelajar SMAN 1 Driyorejo, melakukan pemantauan kualitas air dan menemukan bahwa beberapa pabrik membuang limbahnya tanpa diolah. Mereka memperingatkan pabrik dengan mengirimkan surat cinta (dan coklat) untuk mengingatkan pabrik untuk mengolah limbahnya dengan baik. Karena Kali Surabaya (anak Kali Brantas) merupakan sumber air minum bagi warga Surabaya. Berbagai renspon diterima oleh Zaskia dan kelompoknya, dari respon positif hingga negatif. Respon positif dari surat cinta mulai dari memperbaiki buangan limbahnya hingga memberikan bantuan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi atau fasilitas untuk belajar tentang lingkungan ke sekolahnya. Respon negative yang sering mereka terima adalah tidak adanya tanggapan terhadap surat dan pabrik tetap membuang limbahnya tanpa diolah. Untuk mendorong pabrik mau memperbaiki limbah buangannya, kampanye surat cinta juga dilakukan setiap minggu di Taman Bungkul, Surabaya. Mereka meminta dukungan dari warga yang berkumpul di taman bungkul dengan menandatangani petisi berupa surat cinta kepada gubernur. Dari aktivitas kampanye di Taman Bungkul, mereka berhasil mengumpulkan lebih dari 5000 surat cinta dan berkesempatan untuk menyerahkan surat cinta kepada Sekda dan berbincang dengan Gubernur Jatim. Gubernur memberikan respon positif dengan menjadikan Kali Surabaya dan permasalahan lingkungan sebagai salah satu fokus kerjanya. 
  2. Zero Waste Kampung. Gagasan pembentukan Zero Waste Kampung berasal dari GGS (Go Green Smandry). GGS telah lama melakukan kegiatan pemilahan sampah di dalam sekolah dan tertarik untuk mengaplikasikan kegiatan mereka di salah satu kampong yang berdekatan dengan sekolah. Kegiatan awal yang dilakukan memberikan penyuluhan dan membantu warga Desa Sembung untuk melakukan pemilahan sampah. GGS juga menyediakan tempat pemilahan sampah dengan mengajukan proposal kepada pabrik-pabrik yang banyak berdiri di sekitar desa. Bekerja sama dengan KSM Bajul Ijo, GGS mulai melakukan sosialisasi pada rapat PKK, arisan, dan pengajian. Selain melakukan penyuluhan, mereka bermitra dengan KSM, pemerintah desa, dan Perum Jasa Tirta untuk mengubah lahan bantaran yang sebelumnya berupa tempat pembuangan sampah menjadi laboratorium sekolah. Mereka menanaminya dengan tanaman toga dan tanaman keras. Tanaman keras dan toga berasal dari sumbangan pabrik-pabrik. Hasil panen toga, bersama dengan ibu-ibu PKK, diolah menjadi minuman instan yang dijual di kantin sekolah. Tidak ada lagi tumpukan sampah dibantaran, lalat dan bau berkurang, serta warga mendapatkan toga gratis untuk memenuhi kebutuhan harian mereka.
  3. Patroli Sepeda. Patroli sepeda adalah program yang dibentuk oleh Wiwik dan tiga orang temannya karena keprihatinan mereka melihat banyaknya bantaran yang longsor dan digunakan sebagai tempat pembuangan sampah. Mereka bersepeda sejauh 3 kilometer yang merupakan rute mereka dari sekolah ke rumah. Bersepeda di sepanjang tanggul sungai, mereka mencatat bagian-bagian sungai yang longsor dan lokasi-lokasi penumpukan sampah. Kemudian mereka memperingatkan warga agar tidak membuang sampah dan berhati-hati terhadap bantaran yang longsor. Kelompok patroli sepeda bekerja sama dengan pemerintah desa setempat, dan pemdes menyediakan satu ruang di kantor desa. Mereka menggunakan ruang tersebut sebagai lokasi pertemuan, dan tempat berkampanye melalui mading dan poster yang mereka buat. 
    Bersepeda sambil mengecek bantaran yang longsor
  4. Polisi Air. Polisi air adalah kumpulan anak-anak SMPN 1 Wonosalam yang berjumlah 15 orang diawal pembentukannya. Digawangi oleh Beri dan Ismail, mereka mulai mengumpulkan teman-temannya untuk beraktivitas di sungai. Sebagai awalan, mereka melakukan pemantauan kualitas air dengan menggunakan serangga air. Setelah mengetahui bahwa sungai telah mengalami pencemaran, mereka menancapkan bendera di dekat jembatan. Bendera ini bertujuan memberikan informasi kepada warga yang lalu lalang mengenai kondisi sungai. Bendera yang mereka pasang memiliki 3 warna bergantung kondisi sungai. Hijau bila sungai bersih, kuning bila sungai tercemar ringan hingga sedang, dan merah ketika sungai mengalami pencemaran berat. Tidak hanya menancapkan bendera, mereka juga membersihkan sungai setiap minggunya. Bila pada tahun pertama, jumlah sampah yang mereka kumpulkan mencapai 7-10 sak, sekarang hanya 1-3 sak sampah. Melakukan kampanye di alun-alun kabupaten dan kantor kecamatan juga mereka lakukan. Setiap 6 bulan, polisi air membuat laporan pemantauan kualitas air dan mengirimkannya kepada sekolah, pemerintah desa dan kecamatan serta BLH Jombang. 
    Polisi air:  penelitian sambil bermain
  5. Pasukan Pelestari Mata Air. Adalah anak-anak MA Faser yang berusaha melestarikan mata air yang berada di dekat sekolah mereka yaitu sumber mbeji. Mata air ini merupakan sumber air bagi pertanian dan 2 dusun di sekitarnya dan terdiri dari 8 mata air yang bergabung menjadi satu mata air besar. Mereka melakukan inventarisasi mata air, pohon dan tanaman herba yang berada di hutan tempat sumber air berada di desa sekitar. Mereka mengumpulkan benih tanaman di sekitar hutan dan menanamnya di daerah kritis. Memberi nama pepohonan yang berada di dalam hutan, tidak hanya membantu mereka belajar tentang keanekaragaman hayati tetapi juga menjadi informasi bagi orang lain yang mengunjungi hutan Mbeji. Bekerjasama dengan penduduk lokal, mereka berusaha membibitkan tanaman lokal yang mulai langka. Banyak sekolah yang berkunjung ke hutan dan mata air dan mereka yang menjadi pemandunya. Kini volume mata air semakin besar, area hutan meluas, dan semakin banyak binatang yang dapat ditemui di hutan Mbeji
    Inventarisasi mata air menjadi kegiatan bulanan Pasukan Penyelamat Mata Air 
  6. Hutan Tani Bantaran (HTB). HTB adalah inisiasi anak-anak SMAN 1 Wringinanom yang khawatir bahwa bantarannya berubah menjadi pemukiman. Untuk mencegahnya, mereka bekerja sama dengan pengelola lahan bantaran. Pelajar menanami lahan tersebut dengan toga, seperti serai, jahe, kunir, rosella, kunyit, dan kemangi. Hasil penjualan tanaman toga dibagi dengan pemilik lahan. Mereka juga melakukan pembibitan sengon dan menanamnya di bantaran Kali Surabaya. Mereka juga bekerja sama dengan karang taruna Desa Lebani Waras untuk membuat kebun rosella di bantaran sungai. Pelajar yang tergabung dalam HTB juga membantu memasarkan rosella dengan menjualnya pada pembuat jamu tradisional, kantin, dan tetangga sekitar. 

Peresmian HTB yang dihadiri oleh pemerintah desa, sekolah, karang taruna dan wakil dari industri
Membuat perubahan tidak dilakukan dengan sebuah langkah besar tetapi langkah kecil yang terus mengayun dan tidak berhenti. Sekali lagi saya hanya ingin mengatakan bahwa anak muda adalah pembawa perubahan dan jangan ragu untuk mengubah sesuatu yang menurutmu salah. Mereka telah membuktikan bahwa anak muda adalah pembuat perubahan. Sekarang, kapan giliranmu untuk membuat perubahan? 

Komentar

  1. Astaga, itu langkah sederhana yang konkrit dan keren sekali. Aku yakin, lama-lama kegiatan positif itu bisa terus menular, seiring peningkatan kesadaran juga tentu saja.
    Salam kenal yah.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer