Fakta Atau Mitos: Penambahan Hormon Pada Ayam Broiler

Dua minggu terakhir ini, baik keluarga maupun teman, sedang ramai-ramai membicarakan  masalah per'ayaman. Ya, per'ayam'an, segala sesuatu yang berhubungan dengan ayam terutama ayam potong atau ayam broiler. Mulai harga dagingnya yang terus meroket menjelang puasa ini hingga permasalahan keamanan memakan daging ayam. Dibanding dengan membicarakan permasalahan harga, saya lebih tertarik dengan masalah keamanan daging ayam. Ketertarikan masalah keamanan daging ayam ini terjadi karena iklan kesehatan baik dari ibu saya dan teman-temannya yang setiap bertemu selalu mengatakan. Jangan beli sayap, leher, kaki ayam karena itu adalah tempat peternak menyuntik hormon pertumbuhan. Kekhawatiran yang dari penyuntikan hormon adalah terpicunya pembentukan sel kanker. Mendengar cerita ibu-ibu tetangga dan ancaman ibu yang mengatakan tidak ada lagi ayam, kaki atau leher ayam, tangan saya mulai gatal. Gatal mencari informasi tentang hal ini di mbah google. Profesor saya bercerita bahwa pakan ternak ditambahkan bahan kimia yang dapat memicu hormon tertentu bereaksi (contoh: DES-dietilstilbestrol) atau antibiotik (contoh: penicilin). Dampaknya dari penambahan hormon terutama DES menyebabkan gangguan kesehatan, mulai dari cacat fisik hingga mutasi gen. Nah, residu dari bahan kimia tertimbun pada kulit. Agar kita aman mengkonsumsinya,  buang kulitnya. Dari beberapa web yang saya kunjungi, hanya pakan sapi yang diijinkan untuk diberikan hormon bukan ayam/unggas.

Kembali ke pencarian soal perayaman, mbah google merespon permintaan informasi saya. Mata saya menangkap 3 buah artikel yang menyatakan bahwa penambahan hormon pada pakan ayam itu adalah mitos. Ketiga artikel itu ditulis oleh Universitas Georgia, Universitas Negeri Missisipi, dan Universitas Arkansas. Ada 5 alasan mengapa hal ini dianggap mitos:

1. Penambahan hormon atau bahan kimia yang bereaksi seperti hormon adalah ilegal di AS dan negara-negara lainnya
2. Penambahan hormon tidak efektif. Penambahan hormon pertumbuhan tidak mendorong peningkatan pertumbuhan pada ayam broiler.
3. Pemberian hormon sangat sulit dilakukan. Seperti insulin, hormon pertumbuhan adalah protein. Bila hormon diberikan secara oral maka hormon dengan cepat dicerna seperti protein kedelai. Jadi bila memang terdapat pengaruh positif, maka hormon harus diberikan secara berkala dan harus disuntikkan secara intravena. Bayangkan sebuah peternakan dengan ratusan ayam yang secara berkala menyuntikkan hormon untuk mempercepat pertumbuhan. Itu adalah skenario yang sangat sulit terjadi bukan? Sebagai tambahan info, pada sebuah riset diketahui bahwa pelepasan hormon pertumbuhan alami pada ayam mengalami puncaknya setiap 90 menit.  
4. Penambahan hormon mahal. Hormon pertumbuhan ayam tidak diproduksi secara komersial, sehingga biayanya sangat mahal. Kalaupun dilakukan biayanya akan jauh lebih besar dibanding dengan nilai ayam itu sendiri
5. Berdampak negatif bagi ayam itu sendiri. Ayam broiler sudah dibuat/dibentuk secara genetis untuk cepat tumbuh sehingga memiliki keterbatasan fisik. Ayam broiler hidup sudah pada metabolisme maksimum sehingga pembatasan pemberian pakan direkomendasikan dalam rangka untuk mengurangi kecepatan pertumbuhan yang dapat menyebabkan serangan jantung. Pada daerah tropis, peningkatan kecepatan pertumbuhan yang besar menyebabkan 3-4 kali lipat tingkat kematian akibat stess pada jantung.
6. Bagaimana dengan steroid anabolis?. Penyalahgunaan steroid  oleh atlet untuk meningkatkan massa otot hanya bisa terjadi karena latihan fisik yang keras. Bagian tubuh ayam yang paling mahal yaitu dada, terdiri atas otot untuk menggerakan sayap. Ayam broiler tidak terbang yang berarti tidak ada latihan dan hal ini berarti tidak ada keuntungan penambahan steroid anabolis.

Dasar teori sudah didapat, tapi bagaimana praktek di lapangan, kasus di Indonesia. Saya menemukan banyak berita tentang pro kontra penambahan steroid (estrogen) pada ayam broiler. Faktanya, dalam salah satu berita yang diterbitkan oleh Tribun News menyatakan bahwa ayam broiler yang disuntik dengan estrogen dan dicekoki belasan vitamin membuat nafsu makan bertambah dari biasanya, salah satunya amylate yang biasa digunakan peternak ayam di Palembang. Ayam yang disuntik oleh estrogen dapat panen hanya dalam waktu 45 hari. Membaca berita, saya jadi penasaran apa itu amylate dan tidak bisa menemukannya di mbah google. Karena saya tidak menemukannya, apakah ada yang bisa memberitahu saya tentang apa itu amylate?. Selain itu, bahwa ayam disuntik estrogen maka saya meragukannya. Teman yang sedang melakukan penelitian tentang estrogen, menggunakan bahan kimia yang bersifat estrogenik (berbentuk cairan) dan harus pesan terlebih dahulu selama 1 bulan dan harganya sangat amat mahal (kurang lebih 2 juta/100 mL).  Jika memang terjadi (penyuntikan estrogen), tidak terbayangkan berapa banyak estrogen yang dibutuhkan oleh seorang peternak dengan ayam ratusan ekor setiap harinya. Bila ada peternak ayam yang menggunakan hormon atau senyawa yang bersifat seperti hormon untuk mempercepat panen maka kegiatan ini akan menambah biaya produksi yang jauh lebih besar. 

Bagi mereka yang memahami aspek teknis dari produksi peternakan ayam, kecepatan pertumbuhan ayam broiler adalah konsekuensi logis dari perbaikan genetika, nutrisi, manajemen dan kontrol penyakit bukan penambahan hormon. Setelah menemukan beberapa teori tentang suntik menyuntik hormon pada ayam, saya menjadi sedikit lega. Sekarang kekhawatiran saya bukan oleh suntikan estrogen, tetapi pada antibiotik yang ditambahkan pada pakan ayam. Nah, pada tulisan selanjutnya, saya akan mencari tahu tentang penggunaan antibiotik pada pakan ayam dan dampaknya pada kita 

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Ayam Broiler Ganggu Hormon Manusia. http://www.tribunnews.com/regional/2013/07/28/ayam-broiler-ganggu-hormon-manusia.

Dale, Nick dan Davis, Adam. 2012. Poultry Housing Tips: Seven Reasons Why Chickens are Not Fed Hormones. College of Agricultural and Environmental Science. University of Georgia.

Tabler, Tom. 2013. Chickens Do Not Receive Growth Hormones: So Why All The Confusion?. Mississipi State University. http://msucares.com/pubs/publications/p2767.pdf

Whatkins, S., F. D. Clark., dan Y. Thaxton. 2014. Hormones in Our Poultry: Is It for Real?. http://www.uaex.edu/publications/pdf/FSA-8007.pdf