Let's Get Real: Surabaya, UN Habitat, dan Keberhasilan Pengembangan Kota

Seminggu terakhir ini, berita terkait Surabaya banyak diwarnai dengan urusan UN Habitat Prepcom III. Apa itu UN Habitat dan mengapa Surabaya diminta sebagai tuan rumah, menggelitik saya. Tagline UN Habitat adalah for a better urban future (untuk masa depan perkotaan yang lebih baik) memiliki misi mendorong perkotaan untuk tumbuh secara berkelanjutan (secara SOSIAL dan LINGKUNGAN) sehingga mampu untuk menyediakan tempat tinggal yang memadai untuk semua.

Pujian setinggi langit dilontarkan oleh Direktur Eksekutif UN Habitat Joan Clos untuk Surabaya. Mengutip dari pemberitaan Tempo tertanggal 25 Juli 2016, 'Surabaya menjadi inspirasi kota dunia dan berhasil melakukan pengembangan perkotaan'. Ayay, senangnya dapat pujian macam ini dan mengaburkan kita pada kondisi sebenarnya. Bukan saya anti pada Ibu walikota Surabaya yang penuh karisma itu, dan bukan pula saya tidak mengakui beberapa keberhasilan dan pengabdiannya pada masyarakat Surabaya. Saya hanya merasa bahwa, Surabaya masih berjalan tertatih-tatih untuk berkembang dan berupaya (sangat keras??) untuk mencapai misi UN Habitat.

Data menarik dikeluarkan oleh teman-teman Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya, bahwa terjadi peningkatan jumlah sampah yang berakhir di TPA Benowo, dan pada tahun 2015 sebanyak 1,400 ton/hari sampah dikirim oleh Surabaya dan 400 ton/hari sampah plastik. Peningkatan sampah ini sudah lama diramalkan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency). Tahun 1993, JICA meramalkan bahwa sampah domestik Surabaya akan mengalami pertumbuhan 5%/tahun dengan peningkatan timbulan sampah per capita 3.4%/tahun selama 1992 - 2010. Sedangkan kalau dihitung-hitung dari jumlah sampah yang berakhir di TPA Benowo, peningkatan sampah yang masuk naik dengan rata-rata 12.94%/ tahunnya. Surabaya menjadi bersih, karena memindahkan permasalahannya (dalam hal ini: sampah) ke lokasi lain dan tidak menyelesaikan permasalahan yang ada. Hey, memindahkan masalah pada orang lain harus dibayar dengan mahal. Lihat saja biaya Tipping fee yang harus dibayarkan pemerintah Surabaya per tahunnya, ngeri, 62 MILYAR pada tahun 2014, karena kenaikan jumlah sampah yang harus dikelola TPA Benowo sebesar 200 ton. Peningkatan 200 ton/hari harus dibayar sebesar 5 Milyar. Sehingga (kemungkinan) tahun lalu tipping fee yang harus dibayar sekitar 67 Milyar/tahun. 

Selain urusan tren tipping fee yang terus naik, masalah lainnya yaitu sampah menjadi sumber pencemaran bahan yang sangat beracun, sulit terurai, sehingga cenderung untuk terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup. Petunjuk awalnya adalah penelitian yang dilakukan pada sumur pantau, kolam dan IPAL lindi di TPA Benowo pada tahun 2010. Senyawa beracun yang terdeteksi adalah PCB, dan Brominated Flame Retardant (PBDE)  dengan konsentrasi PCB 01 - 30 ng/g berat kering dan PBDE 0.08 - 45 ng/g berat kering. PCB digunakan dalam pestisida, oli, produk plastik sebagai plasticizer, kertas, barang elektronik, dan merupakan hasil pembakaran sampah dg menggunakan incinerator (pada suhu < 1200 C) dan open burning. Sedangkan PBDE digunakan pada produk-produk yang tahan api. 

Bila senyawa beracun ini ditemukan di TPA maka di sungai pun akan ditemukan, mengingat banyak sampah kita yang lari ke sana. Konsentrasi tertinggi PCB ditemukan di sédiment Kali Mas hulu (Ngagel) 420 ng/g berat kering. Sedangkan PBDE tertinggi dideteksi pada anak Kali Mas hilir 35 ng/g berat kering. Sayangnya, senyawa-senyawa beracun macam ini tidak dideteksi dan tidak mampu dihilangkan dengan model pengelolaan PDAM yang ada sekarang. Psst, jangankan mengelola senyawa beracun macam ini, PDAM sudah kerepotan dengan mengelola senyawa-senyawa jauh tidak beracun. Coba lihat keluh kesah PDAM mengelola bahan baku air bersih yang tercemar detergen. Senyawa-senyawa beracun macam PCB tidak hanya ditemukan di sungai, tetapi sudah tersebar di pesisir Surabaya dan ditemukan hingga selat madura 


Konsentrasi PCB (Polychlorinated Biphenyl) dan BFR (Brominated Flame Retardant) di Kali Mas


Ah, lontong kupang, sate kerang, kerang hijau bumbu bawang untuk saat ini selamat tinggal dulu. Pada sebuah program yang disebut Asia-Pacific Mussel Watch pada tahun 2003, mereka mengukur konsentrasi beragam senyawa beracun yang tersimpan dalam daging kerang hijau. Salah duanya adalah PCB dan DDT, dimana DDT digunakan sebagai pesticida dan agen pengendali nyamuk demam berdarah. Terukur pada kerang hijau di Kenjeran yaitu PCB 190 ng/gr lemak tubuh dan DDT 120 ng/gr lemak tubuh. Karena saya tidak mungkin makan kerang hijau kuräng dari 1 gram, ehem pastilah saya akan melebihi TDI PCB yang telah dihitung oleh teman-teman Green Facts. Yang peril diingat adalah kerang, tiram, kupang adalah jenis organisme yang mampu untuk menyerap racun beratus hingga berkali lipat tanpa mati. Berikut ini adalah penghitungan yang telah dilakukan oleh Green Facts terkait batasan asupan harian terkait PCB.

Tipe LingkunganKonsentrasi lingkungan* Asupan HarianPendapat Green FactsLihat
pertanyaan
* PCB di lingkungan telah mengalami penurunan semenjak penghitungan dibuat.
** Dengan tujuan untuk menentukan apakah PCB menyebabkan resiko yang significant terhadap manusia, Rata-rata asupan harian/ Average Daily Intake (ADI) dapat dibandingkan dengan asupan harian yang dapat ditoleransi/ Tolerable Daily Intake (TDI) yang ditentukan untuk PCBs.
  • The Tolerable Daily Intake (TDI) PCBs untuk manusia teal ditentukan yaitu 20 ng/kg bb/hari (selama hidup).
  • Hal ini teal ditentukan dari  konsentrasi terendah yang  diamati telah menyebabkan  dampak yang merugiakan / Lowest Observed Adverse Effect Level (LOAEL) untuk salah satu campuran PCB mixture, Aroclor 1254, terhadap system imunitas pada kera rhesus
Udara Luar Ruangan3.3
-Perkotaan 
(America Utara)
rata-rata 5 ng per m3
kisaran 1 -10 ng/m3
Rata-rata berkisar 1.5 ng per kg berat badan/ hariRata-rata asupan harian dihitung untuk pria dewasa yang menghirup 23 m3 udara luar ruangan/hari dengan berat 70 kg
-Pedesaan (Arctic & Antarctic) 0.02 to 0.5 ng per m3--
Udara dalam ruangan (pada fasilitas pembuangan PCB, dicker untuk berbagai  Aroclors)850 - 40 000 000 ng per m3-Konsentrasi PCB ditemukan di rumah dan laboratorium – contoh. 100-310 ng/m33.3
Air minum
(di Amerika) 
kurang dari 100 ng/ L kurang dari 3 ng/ kg bb/hari
(populasi warga AS)
Asupan harian dihitung untuk rata-rata orang dews yang mengkonsumsi 2 L air/hari dengan beat 70 kg3.4
Makanan (Amerika)-3–5 ng/kg bb/hari
(dewasa)
2–12 ng/kg bb/hari
(anak-anak) 
-3.1
ASI 
(sebuah penelitian pada wanita Kanada yang menyusui)
6 000 ng/ kg seluruh ASI kurang dari 1000  ng/ kg bb/ hari (asupan dari 3 penghitungan PCB untuk 60% periode keseluruhan tingkat racun yang ditemukan pada wanita jepang yang menyusui)Asupan harian dihitung oleh Green Fact  dari sebuah penelitian yang mengansumsi bayi dengan berat 6 kg yang mengkonsumsi 1 kg ASI 3.2
Asupan harian yang dapat ditoleransi (TDI)**-20 ng/kg bb/hari (rata-rata untuk sepanjang hidup)**Dihitung dengan mengaplikasikan faktor yang tidak diperkirakan sekitar 300 diatasLOAEL**7.2

Berbagai senyawa beracun telah menyebabkan pencemaran air yang terjadi di Surabaya sudah berada pada tingkat yang berbeda. Berita 20% ikan bader yang bencong di Kali Mas, testis menghasilkan telur dan sperma, mungkin tidak seseksi berita Ben Kasyafani yang kembali menikah atau tentang Karin Novilda. Tetapi kondisi ini menunjukkan betapa beracunnya bahan baku air bersih kita. Fenomena ini adalah fenomena gunung es yang besaran dampaknya terselubung. Fakta yang menyentak dikemukakan Prof. Bambang Permono terkait penderita kanker DAS Brantas. Penderita kanker darah/ leukemia terbanyak di DAS Brantas dipegang oleh Surabaya dengan penderita yang tinggal di daerah Wonokromo, Ngagel, Karang pilang, dan Jagir. Apakah hal ini terkait karena konsumsi makanan, pola hidup, dan atau air bersih yang tidak sehat? Tentu masih harus dikaji lebih lanjut. Tetapi yang perlu diingat terkait kanker, genetik hanya menjadi 10-20% pencetus, sisanya adalah gaya hidup dan kondisi lingkungan. Senyawa macam PCB (yang mengacaukan hormon kita) menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya kanker. 

Fenomena gunung es pencemaran di Surabaya

Kembali pada bahasan, pengembangan kota. Apakah Surabaya sudah berkembang menjadi kota yang ramah lingkungan dan sosial yang tercantum dalam misi UN Habitat?  Dikatakan berkembang, apakah karena kita berhasil menambah banyaknya pemukiman dan menggusur alam berikut binatang dan tumbuhan yang bergantung padanya? Tetapi kemudian kita tidak sanggup untuk menyediakan air bersih (dan sehat)? bagaimana dengan fasilitas sanitasi memadai dan penyediaan IPAL communal agar limbah domestik kita tidak mencemari sumber air minum? Banyak hal yang harus diperbaiki dari Surabaya, agar kita bisa pantas untuk menerima pujian. Terobosan-terobosan baru perlu untuk membangun Surabaya menjadi kota yang ramah dan berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Terobosan yang tidak hanya dilakukan oleh pemimpin daerah, tetapi juga pimpinan institusi pemerintah.

Beberapa teman bercerita tentang sesosok pria yang sangat menginspirasi, yaitu Kepala DKP Kota Depok: Zamroni. Beliau berhasil memaksa beberapa pusat perbelanjaan dan kampus UI untuk memilah sampah, tentunya dengan ancaman bahwa bila mereka tidak memilah maka tidak ada pengangkutan. Sekarang mereka mulai bergerak dengan skala yang lebih besar, kota depok, sistem ember. Inovasi dan keberanian untuk mengambil resiko, membuatnya menjadi tokoh yang inspiratif dan membuat perubahan.

Dan jelas, Surabaya membutuhkan lebih banyak lagi tokoh-tokoh inspiratif yang penuh dengan inovasi dan yang mampu melihat akar permasalahan lingkungan dan sosial serta berani mengambil resiko. Tentu saja harapan besarnya, adalah Surabaya menjadi kota yang berkelanjutan secara sosial dan lingkungan, seperti tujuan UN Habitat





DAFTAR PUSTAKA


Jawa Pos. 2016. Sulit Hilangkan Kandungan Detergen. http://www.pressreader.com

Monirith, I., D. Ueno, S. Takahashi, H. Nakata, A. Sudaryanto, A. Subramanian, S. Karuppiah, A. Ismail, M. Muchtar, J. Zheng, B. J. Richardso, M. Prudente, N. Duc Hue, T. S. Tana, A. V. Tkalin, dan S. Tanabe. 2003. Asia Pasific Mussel Watch: Monitoring Contamination of Persistent Organochlorine Compounds in Coastal Waters of Asian Countries. Marine Pollution Bulletin, 4, 281-300 pp. http://tintuc.vnu.edu.vn/upload/scopus/2011/04/15/Dat-869.pdf

Nurhartanto, S. 2016. Volume Sampah Surabaya Mencapai 1,400 ton/hari. http://www.enciety.co/volume-sampah-surabaya-capai-1-400-ton-per-hari/ 

Surabaya Greater. 2016. Aduh, Ada 400 Ton Sampah Per Hari di Surabaya. http://surabayagreater.com/2016/03/11/aduh-ada-400-ton-sampah-plastik-tiap-hari-di-surabaya/

Surabaya Newsweek. 2014. Tipping Fee TPA Benowo 62 Milyar, Dinilai DPRD Boros. http://www.surabayanewsweek.com/2014/11/tipping-fee-tpa-benowo-62-miliar.html

Green fact. 2014. Overview: Levels of human exposure to PCBs (from environmental sources)* and Tolerable Daily Intake (TDI). http://www.greenfacts.org/en/pcbs/figtableboxes/table-a.htm

Ilyas, M., A. Sudaryanto, I.E. Setiawan, A. S. Riyadi, T. Isobe, S. Takahashi, S. Tanabe. 2011.  Characterization of polychlorinated biphenyls and brominated flame retardants in sediments from riverine and coastal waters of Surabaya, Indonesia. Marine Pollution Bulletin, 62, 88-98

Sholibikhul, J.J., S. Handayani, J. Couteau, Y. Risjani, dan C. Minier. 2013. Some Aspects of Reproductive Biology on the Effect of Pollution on Histopathology Gonads in Puntius javanicus from Mas River, Surabaya. Journal biology and life sciences, 4(2).

Komentar

Postingan Populer