MELEPASKAN K3 DALAM PENGELOLAAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA (B3)

Bekerja dengan bahan kimia, apalagi bahan beracun dan berbahaya (B3) maka keselamatan dan kesehatan kerja (K3) harus menjadi pedoman utama selama pelaksanaan. Meleset dari prosedur/ SOP maka taruhannya adalah keselamatan dan kesehatan, tidak hanya pekerja, tetapi juga keluarga dan lingkungan.

Kenapa K3 penting? Karena gas, uap, dan particulate dari substansi B3 mengancam kesehatan dan keselamatan pekerja. Untuk itu, pekerja harus menggunakan perlengkapan yang memadai (pakaian dan peralatan) ketika mereka berada di lokasi. Identifikasi jenis B3 yang terdapat di lokasi akan mempermudah untuk menentukan perlengkapan pelindung pekerja (personel protective equipment/PPE). Selain itu, ketika ada kegiatan yang berkaitan dengan bahan kimia maka lingkungan terkontaminasi oleh B3, maka kegiatan makan, minum, dan merokok tidak diperbolehkan dan standar kebersihan yang tinggi harus terus dilaksanakan. Ini dilakukan untuk menghindari tertelannya bahan kimia. Ketika larangan ini dilaksanakan dengan baik, maka jalur kontaminasi hanyaterjadi melalui pernafasan dan kontak dengan kulit. Dalam penentuan jalur kontaminasi, maka bentuk fisik bahan kimia menjadi dasar utama pengambilan keputusan. Kategori pemilihan PPE adalah sebagai berikut ini:

  • Kontak dengan kulit. Dimana bentuk fisik dari bahan kimia berupa gas/uap, asap, aerosol, debu, particulat udara, cairan, dan cipratan cairan. Maka PPE yang diperlukan adalah  pakaian pelindung, perlengkapan pelindung tangan, kaki, mata, dan wajah. 
  • Pernafasan. Umumnya bentuk fisik berupa gas/uap, asap, aerosol, debu, dan particulat udara. PPE yang diperlukan adalah perlengkapan pelindung pernafasan.

Setelah diputuskan kategori PPE, maka selanjutnya bahan yang sesuai untuk PPE harus dipilih berdasarkan resiko yang mungkin akan dihadapi dan tingkatan perlindungan yang dibutuhkan. Untuk detail material dan persyaratan lainnya dapat diakses pada http://www.labour.gov.hk/eng/public/os/C/equipment.pdf. Tingkat perlindungan/ ancaman yang menentukan jenis PPE dibagi menjadi 4 level, dari yang tertinggi hingga terendah (mulai A-D) dan dapat dilihat pada https://www.epa.gov/emergency-response/personal-protective-equipment.

Contoh pemilihan material sarung tangan berdasarkan jenis bahan kimia yang ditangani
Pekerja yang berinteraksi dengan B3 harus mendapatkan harus mendapatkan pelatihan termasuk instruksi terkait rencana keamanan lokasi; praktek kerja yang aman; sifat B3; menangani keadaan darurat dan penyelamatan darurat; regulasi dan aturan untuk mengoperasikan kendaraan; penanganan, penyimpanan, dan transportasi B3, hak dan kewajiban pekerja; penggunaan, perawatan, dan batasan PPE dan peralatan.
Perusahaan berkewajiban untuk menjamin keamanan dan keselamatan pekerjanya selama berada pada lokasi kerja. Terkait dengan keamanan dan keselamatan pekerja, monitoring kesehatan pekerja harus menjadi perhatian. Karena pekerja adalah aset perusahaan.  Program medis harus dikembangkan berdasarkan kebutuhan khusus, lokasi, dan potensi paparan terhadap pekerja. Program medis dibagi menjadi pengawasan (penyaringan sebelum bekerja, pemeriksaan medis secara periodik, dan pemeriksaan terminasi); perawatan (darurat dan tidak darurat); pencatatan; dan review program. Penyaringan sebelum bekerja sebaiknya terdiri atas sejarah medis dan pekerjaan, pemeriksaan fisik, penentuan kebugaran untuk bekerja dengan PPE, dan pemantauan dasar untuk paparan tertentu. Tes yang secara reguler harus dilakukan adalah tes darah dan urin untuk melihat fungsi ginjal (seperti: total protein, albumin, globulin, bilirubin, GGTP), ginjal (seperti: kreatin, blood urea nitrogen (BUN), berbagai fungsi organ (seperti: wanna, pH, kualitatif glucose, protein), fungi darah (complete blood count / CBC dengan evaluasi platelet). Penjelasan lengkap dapat dilihat pada panduan Occupational Safety and Health Guidance Manual for Hazardous Waste yang diterbitkan OSHA/NIOSH/USCG/EPA.
Proses dekontaminasi (dekon) adalah proses untuk menghilangkan kontaminan dari pekerja dan PPE untuk melindungi pekerja, teman kerja, keluarga dan komunitas. Netralisasi kontaminan oleh bahan kimia juga bagian dari dekon. Pembuangan secara benar adalah bagian penting dari dekon. Dekon harus dilakukan saat: (1) ketika PPE dan pakaian terkontaminasi;(2) sebelum pekerja keluar dari zona panas menuju zona dingin; (3) sebelum pekerja makan, minum, merokok, menggunakan fasilitas toilet, dan sebelum peralatan/ kendaraan keluar dari lokasi 
Pembagian zona dalam lokasi pengelolaan limbah B3
Limbah B3 berada pada zona panas 'hot zone' dan garis panas 'hot line' adalah batas terluar dan harus ditandai dengan jelas dengan garis/tanda B3. Aktivitas dekontaminasi terjadi zona hangat 'warm zone' . PPE dan pakaian dipisahkan untuk mencegah berpindahnya  B3 ke daerah yang lebih bersih. Zona dingin 'cold zone' adalah zona bebas kontaminasi. Jika diperlukan, pekerja yang pernah berada di zona panas menerima pemeriksaan medis di zona dingin. Zona dingin termasuk pekerja administrasi dan bantuan untuk mendukung perpindahan berjalan lancar. Dekontaminasi pekerja harus berlangsung sebelum pekerja memasuki zona bersih. Semakin terkontaminasi PPE seperti boot luar, sarong tangan luar, dan pakaian pelindung maka perlengkapan ini harus didekon terlebih dahulu. Sedangkan untuk perlengkapan yang kurang terkontaminasi seperti sarung tangan dan boots dalam baru didekon kemudian. Metode dekon bergakung pada PPE dan jenis B3 yang ada di lokasi. Metode dekon diantaranya: (1) pencucian; (2) menyikat dan menggosok; (3) penguapan dan pencucian; (4) mencuci dengan sabun dan air; (5) disinfeksi dengan bahan kimia atau neutralisasi; (6) kombinasi. Procedur lengkap dapat dibaca pada HAZWOPER 40-hour hazardous waste worker training-chapter 7: decontamination.

Apa yang terjadi saat K3 ditinggalkan, dimana perusahaan tidak memberikan pelatihan, pengetahuan terkait prosedur dan B3 yang ditangani? Contoh kasus yang menarik adalah Lakardowo. Berdasarkan pengakuan mantan pekerja, Heru Siswoyo, perusahaan tidak memberikan pengetahuan ataupun pelatihan terkait penanganan limbah B3, dan tidak tersedianya PPE yang memadai. Pemetaan yang saya lakukan dengan ibu-ibu di 3 dusun sangat menarik. Salah seorang ibu, sebut saja namanya Umi, menceritakan bagaimana saudara laki-lakinya pulang dalam kondisi tubuh hitam legam karena bekerja pada bagian membakaran limbah medis. Sementara lainnya bercerita bahwa tetangganya yangbekerja dalam waktu yang lama mengalami permasalahan kesuburan. Cerita-cerita maçam ini, kemudian menjadi alarm bagi pekerja 

Berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan, pekerja yang menderita sakit (gatal-gatal, typus, atau penyakit lainnya) berkisar antara 18-38%. Selain permasalahan tidak  adanya pengetahuan terkait K3 dan tidak memadainya PPE, perilaku membawa keluar dan memanfaatkan limbah B3 yang berasal dari rumah sakit (pakaian dokter, selimut, dsb), produk kadaluarsa (yoghurt, makanan kalengan, kecap, saos, etc), dan memanfaatkan coal ash sebagai material urug menambah ruwetnya jalur kontaminasi. Penyakit yang paling sering dialama adalah iritasi kulit, dan umumnya menyerang satu keluarga. Salah satu tetangga pekerja, Romlah (bukan nama sebenarnya) bercerita bahwa pekerja sering kali  mencampur baju kerja yang terkontaminasi saat mencuci, sehingga menyebabkan anak (terutama bayi) mengalami iritasi kulit yang tidak berkesudahan. Setelah Romlah menganjurkan memisahkan antara baju kerja dengan pakaian lainnya, iritasi kulit yang terjadi pada anggota keluarga lainnya berkurang bahkan hilang. Kelalaian dalam memberikan pendidikan, pelatihan, perlindungan kepada pekerja pengelola limbah B3 mengancam tidak hanya pekerja juga kepada keluarga dan lingkungan sekitar. 

Penyakit yang diderita dan perilaku pekerja yang tinggal di Dusun Sumber Wuluh

Penyakit yang diderita dan perilaku pekerja yang tinggal di Dusun Kedung Palang

Penyakit yang diderita dan perilaku pekerja yang tinggal di Dusun Sambi Gembol






    

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer