Melihat Enceng Gondok Sebagai Agen Fitoremediasi
Aneka jenis tanaman air |
Tanaman yang mengapung bebas (free floating) memiliki potensi yang lebih besar sebagai
akumulator logam berat di banding dengan tanaman yang tenggelam ‘submerge’ dan
sebagian tenggelam ‘emerge’. Tanaman seperti Eichhornia, Pistisia, Lemna, Wolffia, Spirodela dan paku air
seperti Azolla, Salvinia, Marsilea menunjukkan kemampuan yang sangat
besar untuk mengikat logam berat. Salvinia minima tercatat melakukan
hiperakumulasi pada Cd setinggi 10,93 mg/kg jaringan kering atau 1,1% berat
kering. Sedangkan Enceng gondok (Eichhornia crassipes) memiliki peranan penting diantara
tanaman free floating karena efisiensinya dalam mengakumulasi berbagai logam
berat dalam jumlah besar termasuk di dalamnya Pb, Cu, Cd, Fe, Hg, As, Se, Ag,
Pt. Daun tanaman free floating mengandung konsentrasi logam berat yang tinggi dan merupakan hasil dari perpindahan aktif yang berasal dari sistem akar atau penyerapan langsung dari air.
Pengikatan logam berat pada tanaman jenis ini terbatas pada dinding sel atau
sebagai agregat dengan fosfat dan kalsium yang terikat pada dinding sel
endoderma. Logam umumnya terikat pada pektin atau protein yang terdapat dalam dinding sel tanaman (Dhir,
2010).
Peneliti
tanaman air menyebut enceng gondok sebagai tanaman air terburuk di dunia.
Enceng gondok adalah tanaman air yang berasal dari Sungai Amazon, dan sekarang
ini tersebar di seluruh dunia. Tanaman ini merupakan tanaman yang tumbuh dalam
jangka waktu yang relatif pendek dan berlipat ganda dengan cepat dan membentuk
deretan panjang dan memadati saluran – saluran air dan atau sungai. Enceng
gondok memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada berbagai habitat. Tanaman ini dapat mentolerir suhu air hingga
34°C dan pH 5 – 7,5 (Wikipedia, 2012). Enceng
gondok merupakan tanaman yang mengapung bebas dan mendapatkan nutrisi dari air
melalui akarnya yang menjuntai. Enceng gondok berkembang biak melalui biji dan
secara vegetatif melalui anakan yang membentuk rhizoma dan menghasilkan
hamparan tanaman padat. Dalam sebuah penelitian, dua tanaman menghasilkan 1200
anakan dalam waktu 4 bulan. Dengan mekanisme seperti ini, enceng gondok dapat
membentuk hamparan tanaman air yang
tidak dapat dilalui. Satu enceng gondok dapat menghasilkan 5000 biji dan burung
air dapat memakan dan memindahkan bijinya ke lokasi baru. Benih dapat ditemukan
pada sedimen lumpur yang terlihat pada saat surut (Wikipedia, 2012).
Enceng gondok (Eichornia crassipes) |
Enceng
gondok dikenal memiliki akar yang tumbuh panjang pada badan air yang tercemar,
danau eutrofik, dan mempunyai potensi besar untuk akumulasi logam berat.
Walaupun enceng gondok merupakan tanaman pengganggu, spesies ini telah menjadi
pilihan penting untuk fitoremediasi
logam berat dari limbah karena kelebihannya dibanding dengan jenis lainnya.
Pemanfaatan enceng gondok untuk perjernihan air telah menunjukkan kesuksesannya. Tanaman ini menjanjikan, tetapi penggunaannya ini memiliki kelemahan. Karena
enceng gondok dapat berkembang biak dengan sangat cepat, maka dibutuhkan area
yang sangat luas yang kemudian menyebabkan permasalahan lainnya seperti
pengurangan sinar matahari dan oksigen dalam air, mempersulit transportasi air,
kerusakan pada kegiatan perikanan, mengganggu stasiun pengambilan air bersih,
menghambat aliran sungai dan kanal, dan memperkenalkan bahaya kesehatan dari
vektor penyakit (Chuan, 2010).
Percobaan fitoremediasi skala besar di sebuah kanal (Singapura) |
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Liao dan Chang (2004) pada sebuah lahan
basah di selatan Taipei yang menjadi tempat pembuangan limbah domestik dan
industri. Konsentrasi logam berat yang terakumulasi dalam jaringan
E. Crassipes adalah Zn > Ni >Cu
> Pb > Cd pada tunas, dan Cu > Zn > Ni > Pb > Cd pada akar.
Akumulasi logam yang terdapat di dalam akar
3 hingga 15 kali lebih besar dibandingkan dengan akumulasi yang terdapat
pada tunas. Akumulasi Cd 10 – 20 kali lebih besar pada akar dibanding tunas. Hal ini menjadi pertanda bahwa E.crassipes berpotensi
tinggi untuk mengakumulasi Cd. E. Crassipes
merupakan juga merupakan hiperakumulator Cu dan konsentrasi Cu pada akar berksar 7 – 24 kali
lebih tinggi daripada di tunas. Sedangkan konsentrasi Pb yang terakumulasi pada akar 4 – 16
kali lebih tinggi daripada yang terdapat pada tunas. Logam berat seperti Zn, Ni, Pb, dan Cd lebih efisien diabsorpsi oleh E. Crassipes dari air dibandingkan dari sedimen. E. crassipes mengabsorbsi logam berat terutama berasal
dari akar dan hanya dipindahkan 6 – 25% pada tunas (Liao dan Chang (2004). Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Vesk et al (1999)
diketahui bahwa seringkali akar E.
Crassipes diselubungi oleh lapisan kemerahan atau kecoklatan. Lapisan ini
mengandung lendir, partikulat seperti liat dan beranekaragam mikroorganisme
(termasuk bakteri, protozoa dan diatom). Akar
menurut Vesk et al (1999) tidak hanya
menyediakan permukaan untuk adsorpsi partikulat dan menyediakan habitat
bagi mikroba untuk tumbuh. Mikroba memiliki kemampuan yang sama dengan tanaman
dalam mentoleransi dan resistensi terhadap logam berat. Mekanisme resistensi
logam oleh bakteri yang paling dikenal adalah cyanobakteria yang menghasilkan
metallothionein. Metallothionein mengikat logam. Bakteri lainnya menghasilkan substansi polimerik ekstraseluler
(EPS), yang mengikat logam dan kemungkinan membuat lingkungan di sekitar
tanaman menjadi kurang beracun. Produksi EPS meningkat dengan meningkatnya
resistensi terhadap logam. Kualitas perlindungan EPS atau mekanisme lainnya
diberikan oleh bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman (Stout dan Nuslein, 2010).
Jadi, dari sekitar 50an kalimat yang saya tulis dan edit di tulisan saya kali ini. Poin terpentingnya adalah bahwa pedang itu punya dua sisi begitupula enceng gondok. Di satu sisi dia bersifat invasif namun di sisi lain dia menguntungkan sebagai hiperakumulator logam berat. Tinggal bagaimana kita mengendalikan populasinya dan meningkatkan kemampuan si enceng gondok sebagai hiperakumulator. Pemanenan enceng gondok yang sebelumnya digunakan sebagai akumulator, baik sengaja atau tidak (kalau misal di sungai ya tentu tidak sengaja) dan diolah kembali menjadi produk lain tentu lebih baik lagi. Tapi apakah selama proses produksi dan setelah barang jadi logam berat yang telah tersimpan tidak terlepas lagi? Pertanyaan ini iseng maju mundur di kepala saya. Selamat malam senin, semoga besok kita lebih semangat menghadapi hari senin.
Daftar Pustaka
Anonymous.
2011. Bioconcentration Factor (BCF).
http://classof1.com/homework_answers/environmental_engineering/bioconcentration_factor/
Chuan,
Zheng Jia. 2010. The Performance and
Mechanism Removal of Heavy Metals from Water by Water Hyacinth as a Biosorbent
Materials. Departemen Biology and Chemistry, City University of Hong Kong.
Dhir, Buphinder. 2010. Use of Aquatic Plants in Removing Heavy
Metals From Wastewater. International Journal of Enviromental Engineering
Volume 2. Nos 1/2/3
Liao, S. W dan W. L
Chang. 2004. Heavy Metal
Phytoremediation by Water Hyacinth at Constructed Wetlands in Taiwan.
Journal Aquatic Plant Management 42 hal 60 - 68
Stout, L dan K.
Nusslein. 2010. Biotechnological
Potential of Aquatic Plants – Microbe Interaction. Current Opinion in
Biotechnology volume 21 hal 339 – 345. Elsevier
Vesk, P. A, C. E.
Nockholds, dan W. G. Allaway. 1999. Metal
Locallization in Water Hyacinth Roots From An Urban Wetland. Plant, Cell,
and Environmet (22) hal 149 – 152
Komentar
Posting Komentar