Mengukur Tingkat Pencemaran Sungai Dengan MURAH

Kali Tengah di era 2000an, penuh dengan limbah industri
Akhir-akhir ini berita pencemaran sungai ramai di berbagai media massa. Tentu saja yang paling ramai adalah ciliwung, karena berpengaruh besar terhadap kondisi warga ibukota. Berita terakhir yang saya baca tentang sungai adalah tautan seorang teman mengenai sungai di Bontang (Kaltim) yang mendadak berubah menjadi merah. Kalau sudah ada kata-kata 'mendadak' ini, umumnya berurusan dengan pembuangan limbah (biasanya sih industri). Ini sih berdasarkan pengalaman dan hasil cerita dari orang-orang tua dulu. Kasus sungai di Bontang (Kaltim), mirip dengan kasus Kali Surabaya di jaman kala bendu (sekitar tahun 2000an). Warna Kali Surabaya bisa berubah-ubah sesuai dengan limbah pabrik yang dibuang. Kadang merah, kadang putih, kadang pelangi. Kalau sudah berwarna seperti ini, kita dengan yakin mengatakan bahwa sungai sudah tercemar. Begitu pula sebaliknya, apabila warna sungai jernih apakah kita dapat dengan pasti mengatakan bahwa sungai ini 0 pencemaran?

Untuk mengetahui tingkat pencemaran di suatu sungai, seringkali instansi pemerintah menyatakan bahwa mereka harus melakukan uji laboratorium. HAHAHAAA, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, teman-teman. Uji laboratorium biasa dilakukan untuk mengetahui parameter fisika kimia air, seperti logam berat, oksigen terlarut, kekeruhan, dsb. Tapi tahukan kalian bahwa parameter fisika kimia tidak dapat digunakan sebagai acuan tunggal penentuan pencemaran sungai. Teman dan juga mentor saya, Profesor Vincent H. Resh, guru besar biomonitoring di UC Berkeley, mengatakan bahwa pengukuran indikator fisika kimia bagaikan mengambil foto. Seperti foto, hasil yang didapatkan hanya menggambarkan detik saat foto itu diambil. Indikator fisika kimia berubah setiap waktu, hal ini yang menyebabkan mereka tidak bisa digunakan sebagai parameter utama untuk menilai tingkat pencemaran. Adakah indikator lain? tentu saja, jangan lupakan indikator biologi.
90% negara bagian Amerika menggunakan makroinvertebrata sebagai bioindikator

Peralatan sampling makroinvertebrata
Indikator biologi (bioindikator) dapat berupa plankton, bakteri, ikan, dan makroinvertebrata. Nah, menurut Vincent kalau kita menggunakan bioindikator, sama seperti kita mengambil video. Video menggambarkan kondisi dalam jangka waktu tertentu. Setiap jenis parameter biologi memiliki keunggulannya masing-masing. Misalnya ikan biasanya digunakan untuk mengukur tingkat toksisitas suatu senyawa/limbah. Dari keempat bioindikator, makroinvertebrata yang paling populer. Kepopuleran makroinvertebrata disebabkan karena makroinvertebrata memiliki rentang respon terhadap pencemaran yang luas dengan diversitas yang tinggi. Belum lagi ukurannya yang cukup besar, sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Makroinvertebrata memiliki masa hidup yang panjang (bisa sampai 2 tahun) dan mobilitasnya terbatas. Dia juga merupakan sistem peringatan dini adanya pencemaran. Kami mengembangkan makroinvertebrata sebagai indikator biologis kesehatan sungai untuk Kali Brantas selama 10 tahun. Apakah sudah dicobakan? Yup, kami mencoba metode ini pada anak SD (minimal kelas 5) hingga anak kuliahan. Menurut mereka, penggunaan makroinvertebrata sebagai bioindikator (indikator biologis) mudah dan menyenangkan. Mudah karena peralatannya yang mudah ditemukan jaring yang terbuat dari tirai anti nyamuk, kotak es, nampan, sendok, pipet tetes, dan lup (yang terakhir opsional). Cara pengambilannya, dan identifikasinya pun mudah. Bila berminat untuk mengetahui lebih lanjut, kirimkan email, nanti akan saya kirimkan buku panduannya (GRATIS). Dengan makroinvertebrata, semua orang dengan usia yang beragam dapat mengukur tingkat pencemaran sungai secara mandiri. Kegiatan ini juga merupakan bentuk partisipasi dan edukasi bagi, oleh dan untuk masyarakat tentang kondisi lingkungan mereka, dalam hal ini sungai.

Anak SMPN 1 Wonosalam ditemani gurunya mengukur tingkat pencemaran dengan makroinvertebrata

Komentar

  1. 90% negara bagian Amerika menggunakan makroinvertebrata sebagai bioindikator. yg 10% menggunakan indikator apa? kalau Indonesia, menggunakan indikator apa?

    BalasHapus
  2. kalau dari gambar diatas, sisanya menggunakan alga (perifiton, diatom). Umumnya mereka menggunakan 2 bioindikator, bisa makroinvertebrata dan ikan, atau alga dan ikan

    BalasHapus
  3. Artikel menarik mb, mau nanya setelah diidentifikasi langkah apa yg hrs kita ambil selanjutnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas pujiannya. Setelah identifikasi langkah yang harus dilakukan adalah menghitung indeks kualitas airnya. Dari indeks kualitas air, kita tahu tingkat pencemarannya. Dan yang TERPENTING adalah bagaimana caranya kita mengurangi sumber pencemaran tersebut.

      Hapus
  4. Usaha yg bagus semoga apa sadara2 lakukan bermanfaat bagi generasi mendatang, karena generasi kemaren kurang mencitai lingkungan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer