Pemutihan Terumbu Karang Bukan Karena Sinar Matahari

Terumbu Karang di Papua Barat, Indah dengan beraneka ragam warna
Kabur dari penat dan bosan akan pekerjaan, membuat saya bergoogling ria mencari pantai tujuan berlibur. Dengan kata kunci pantai, terumbu karang, jawa, saya mendapatkan beragam informasi mengenai pantai tujuan berlibur. Pantai dengan terumbu karang tentunya menjadi daya tarik tersendiri. Selain bisa menjadi background foto narsis yang sip dan tentunya menemukan si nemo akan jadi petualangan yang mengasyikan. Oke, saya sudah menemukan tujuan berlibur, selanjutnya mulai menghubungi teman-teman mengajak berlibur dan menentukan jadwal. Kembali lagi ke laptop setelah semua beres, urusan penentuan jadwal dan teman-temannya, mencari tentang tabir surya-bawaan wajib kalau mau main ke pantai. 1, 2, 3, tekan enter dan banyak sekali web yang muncul tentang tabir surya. Selama membuka-buka web tentang tabir surya, ada beberapa judul yang menarik mata. Pertama, tentang dampak kesehatan tabir surya dan pengaruh pemakaian tabir surya terhadap pemutihan terumbu karang. Dampak kesehatan akibat pemakaian tabir surya sudah saya ceritakan sebelumnya. Sekarang akan saya ceritakan bagaimana tabir surya menyebabkan pemutihan karang. Sumber cerita saya ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Danovaro et al. (2008).

Matinya terumbu karang berarti hilangnya keseimbangan ekosistem laut
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif dengan keanekaragamannya yang tinggi. Sayangnya pada 20 tahun terakhir ini 60% terumbu karang mengalami kerusakan, baik karena tangan usil manusia secara langsung atau tidak langsung. Penjualan dan produksi produk perawatan tubuh (Pharmaceutical and Personal Care Product-PPCP) terus meningkat hingga mencapai tingkatan yang tidak terduga sebelumnya. Tingginya penggunaan PPCP mengkhawatirkan mengingat pencemaran yang diakibatkan oleh PPCP yang pernah tercatat cukup besar dan senyawa kimia yang terdapat dalam PPCP beberapa bersifat toksik dan estrogenik. Tabir surya merupakan salah satu PPCP dan banyak digunakan, tidak hanya oleh wanita tetapi juga pria. Tabir surya bersifat lipofilik sehingga menyebabkan ia mudah terakumulasi dalam tubuh organisme. Pengawet berupa paraben dan UV absorber/filter bersifat estrogenik dan mengalami fotodegradasi sehingga menghasilkan senyawa baru yang toksik.

Tabir surya membunuh terumbu karang
Mari kita mulai mengestimasi pelepasan tabir surya di daerah tropis dengan pantai berterumbu karang. Estimasi dapat dilakukan dengan melihat rata-rata penggunaan harian dan jumlah turis yang ada. Rata-rata dosis penggunaan tabir surya adalah 2 mg/cm2, maka untuk seluruh permukaan tubuh (1 m2) maka diperlukan 20 gr/pemakaian. Hitung-hitungan pun berlanjut, jika  pemakaian tabir surya dilakukan 2 kali/hari/turis dan paket liburan 5 hari  dan jumlah turis diperkirakan 78 juta orang maka 16 - 25 ribu ton tabir surya digunakan pada daerah tropis yang memiliki daerah terumbu karang. 25% dari tabir surya digunakan terlepas ke dalam air ketika berenang atau berendam selama 20 menit. Terhitung terdapat 4 - 5 ribu ton/ tahun tabir surya terlepas dan diperkirakan 10% terumbu karang di dunia terancam mengalami pemutihan akibat tabir surya. Danovaro et al. (2008) membuat percobaan dengan mengambil nubin dari 4 lokasi, yaitu Phuket-Laut Andaman (Thailand), Ras Muhamad-Laut Merah (Mesir), Akumal-Laut Karibia (Meksiko), dan Siladen-Laut Sulawesi (Indonesia). Nubin kemudian dicuci dan diinkubasi dengan air laut bebas virus. Pada nubin yang diberi perlakuan (ditambahkan tabir surya ke dalam air laut), terumbu karang menghasilkan lendir (terdiri atas zooxanthella dan jaringan terumbu karang) dalam jumlah besar dalam waktu 18-48 jam dengan dosis tabir surya sebesar 10 mikro liter/liter. Pemutihan total terumbu karang terjadi dalam waktu 96 jam. Berbagai merek tabir surya, dosis, dan SPF dicobakan dan dibandingkan, namun hasilnya tetap sama bahwa semakin tinggi dosis maka semakin cepat proses pemutihan. Peningkatan suhu hanya mempercepat proses pemutihan. Tabir surya  meningkatkan produksi virus di air laut dengan menginduksi siklus litik pada prokariota dengan infeksi lisogenik. 

Setelah membaca penelitian yang dilakukan oleh Danovaro et al. (2008), pikiran saya melayang pada pantai-pantai berterumbu karang di Indonesia. Pantai-pantai itu seringkali dipadati oleh turis dengan jumlah yang sangat besar. Saya jadi merinding membayangkan hitungan besarnya jumlah tabir surya yang terdapat di pantai-pantai kita. Berapa lama lagi hingga terumbu karang kita habis akibat pencemaran tabir surya?. Kekhawatiran ini ternyata menyebabkan beberapa negara telah melakukan pembatasan terhadap jumlah pengunjung pantainya, contohnya adalah Marine Ecopark di Meksiko. Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi pencemaran oleh tabir surya terhadap terumbu karang kita? Hentikan selagi kita masih punya waktu. Selamatkan terumbu karang kita.

Peta Potensi Pemutihan Terumbu Karang oleh NOAA akibat stress peningkatan suhu
DAFTAR PUSTAKA

Danovaro, R., C. Bongiorni, C. Corinaldezi, D. Giovannelli, E. Damiani, A. Paulo, L. Greci, dan A. Pusceddu . 2008. Sunscreens Cause Coral Bleaching by Promoting Viral Infections. Environmental Health Perspectives, 116, 4, 441-447   


KETERANGAN
  1. lipofilik : memiliki kecenderungan untuk terikat/terlarut dalam lemak
  2. nubin : cabang terumbu karang berukuran 3-6 cm
  3. zooxanthella : simbiosis berwarna coklat kekuning-kuningan dari dinoflagellata (alga) yang terdapat dalam jumlah besar pada sitoplasma pada banyak invertebrata laut.
  4. siklus litik : 1 dari 2 siklus reproduksi virus (lainnya siklus lisogenik) yang biasanya dipandang sebagai siklus utama reproduksi virus karena diakhiri dengan pecahnya membran sel terinfeksi yang kemudian melepaskan virus  yang akan menyebar dan menginfeksi sel lainnya

Komentar

Postingan Populer