Melepas Pestisida, Memanen Hama

Wereng coklat (http://cybex.pertanian.go.id/) 

Indonesia, ya, negara ini selain kaya akan sumberdaya alamnya yang entah 'lari' kemana, memiliki sumberdaya manusia yang sangat besar. Indonesia berada pada peringkat ke 4 negara terpadat di dunia, dan menurut prediksi para ahli, penduduk Indonesia akan mencapai 360 juta jiwa pada tahun 2050 [i]. Banyak orang berarti semakin tinggi permintaan terhadap pangan, dalam hal ini beras. Beras diidentikkan dengan  makanan pokok orang Indonesia, sampai ada pepatah 'orang Indonesia itu belum makan kalau belum makan nasi'. Walaupun negara ini sebenarnya memiliki beragam sumber pangan lokal lainnya (contoh: sagu, singkong), tapi yang menjadi ukuran ketahanan pangan tetaplah beras. Kalau dihitung-hitung, konsumsi beras kita kurang lebih 139.5 kg/kapita/tahun. Sedangkan produksi beras kita mencapai 57,725,292 ton pada 2011[ii]. Walau petani sudah 'ngotot' buntuk memproduksi beras, namun hasilnya belum mencukupi sehingga harus impor dari negara tetangga ASEAN kita. Kenapa produksi beras belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri? Banyak faktor kenapa kita gagal panen, antara lain banjir, kekeringan, hama dan penyakit, dsb. 

Banjir - Kekeringan adalah pasangan sehidup semati sama seperti Romeo dan Juliet. Kesalahan dalam pengelolaan sumberdaya air (PSDA), menyebabkan banjir dan kekeringan. Nah pembahasan tentang kesalahan PSDA cukup sampai di sini. Sekarang mari bicara tentang hama dan penyakit. Salah satu hama padi yang ditakuti petani adalah wereng coklat.

Secara sejarah, petani Indonesia hampir setiap tahun mengalami serangan hama ini. Serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) terjadi pada tahun 1961 – 1970 yang menyebar di 52,000 Ha, 3,093,593 Ha pada tahun 1971 – 1980, 458,038 Ha pada tahun 1981 – 1990, 312.610 Ha pada tahun 1991 – 2000 dan 351.748 Ha pada tahun 2001 – 2010. Ada data menarik yang dikeluarkan oleh dinas pertanian Jawa Tengah yang menyatakan bahwa serangan hama wereng selama 10 tahun terakhir telah menyebar di 28 kota dengan serangan terluas terjadi di Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Boyolali, dan Wonogiri [iii]. Ledakan populasi hama wereng coklat disebabkan oleh penggunaan pestisida yang tidak terkendali. Bagaimana bisa terjadi?

Jawabannya adalah teori resistensi. Awalnya, penggunaan pestisida bertujuan untuk mengurangi serangan hama, meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Namun dengan penyemprotan yang terjadi secara berulang - ulang menyebabkan hama mengembangkan resistensi dan secara tidak langsung mengurangi populasi predator. Tahukah kamu bahwa pestisida (seperti DDT) menyebabkan cangkang telur burung menipis dan lunak, mengagalkan telur menetas, dan menyebabkan burung kehilangan kemampuan navigasinya? Cobalah membaca buku silent spring, dan kalian akan mengetahui betapa mengerikannya pestisida. Mari kita lanjutkan. Begitu penggunaan pestisida dihentikan, maka serangan hama menjadi lebih besar dari sebelum pestisida digunakan. Ujung - ujungnya, dosis penggunaan pestisida terus meningkat dari waktu ke waktu[iv].

Tujuan yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik, dalam hal ini pestisida. Pemerintah memiliki program subsidi pestisida yang bertujuan untuk membantu meningkatkan produktivitas petani. Hasil yang tidak baik dari program ini adalah tidak bertanggungjawabnya petani dalam penggunaan pestisida. Subsidi pestisida (1970 - 1984), menyebabkan peningkatan penggunaan pestisida dari 1,080 menjadi 14,210 ton dan pada tahun 1986 - 1987 biaya total untuk program subsidi mencapai USD 725 milyar [v].

Parahnya serangan hama wereng coklat pada tahun 1985-1986 menyebabkan Soeharto menerbitkan INPRES 3/1986  yang melarang beredarnya 57 pestisida organofosfat pada saat itu dan selanjutnya menghapuskan pestisida bersubsidi yang secara drastis menurunkan penggunaan insektisida. Keputusan yang dibuat membuat Indonesia  menikmati 20 tahun peningkatan produksi beras dan berkurangnya penggunaan pestisida. Lebih jauh lagi,  serangan wereng dapat dibatasi  sehingga tidak menyebar. Sayangnya, masa - masa keemasan ini berakhir ketika memasuki masa reformasi di 2002. Pemerintah yang ada mengubah kebijakan pestisidanya dan membuka pasar sehingga Indonesia dibanjiri oleh pestisida yang mayoritas berasal dari Cina. Transaksi pestisida di pasar lokar mencapai USD 654 juta/tahun, dengan 600 merek herbisida dan 800 merek insektisida yang terdaftar[vi]. Perubahan kebijakan yang dilakukan setelahnya menyebabkan serangan hama wereng lebih kuat dari yang pernah terjadi dan mengancam ketahanan pangan di Indonesia dan menjadi masalah yang tidak terselesaikan hingga sekarang [vii].


[i] Indonesia Investment. 2013. Indonesia Will Be the World’s Fifth Most Populous Country by 2050. www.indonesia-investment.com
[ii] Nunzio, J. D. 2013. Hungry Neighbours? Indonesia’s Food Strategy and Water Security Future. Strategic Analysis Paper.
[iii] Nuchsin, P. 2011. Irrigation Management to Increase Agriculture Production (Indonesian Experience). Presented in The First Meeting of The COMCEC AGRICULTURE WORKING GROUP.
[iv] Hendriadi, A and Trip A. 2007. Sustainable Agriculture Development in Indonesia: Problems and Policies. Presented on Third Session of TC and GC Meeting of UNAPCAEM
[v] Wilson, Clevo and C. Tisdell. 2000. Why Farmers Continue to Use Pesticide Despite Environmental, Health, and Sustainability Cost. Economic, Ecology, and The Environment. Working Paper No.53. The University of Queensland.
[vi] Prasetyo, S. Y. J., Subanar, E. Winarko, and B. S. Daryono. 2012. Endemic Outbreaks of Brown Planthopper (Nilaparvata lugens Stal.) in Indonesia using Exploratory Spatial Data Analysis. Journal of Computer Science Issues, 5, 162 – 170. http://ijcsi.org/papers/IJCSI-9-5-1-162-171.pdf 
[vii] Musta’idah, Alina. 2012. Pesticide Use on Indonesia Farms ‘Alarming’: NGO. www.jakartaglobe.beritasatu.com/archive/pesticide-use-on-indonesia-farms-alarming-ngo/
[viii] Fox, J. J. 2014. The Threat to Rice Production in Java in 2014 by Planthopper Pest Outbreaks. http://ricehoppers.net/2014/01/22/the-threat-to-rice-production-in-java-in-2014-by-planthopper-pest-outbreaks/

Komentar

Postingan Populer