Epidemi Dalam Senyap: Autisme dan Senyawa Estrogenik


Dua minggu lalu, secara tidak sengaja saya menemukan sebuah jurnal penelitian yang menarik. Jurnal ini bukan yang biasanya saya baca, malah cenderung saya hindari. Jurnal kedokteran, setiap kali saya membacanya membuat kepala dan mata berputar 7 keliling. Tapi kali ini, saya memutuskan untuk membacanya dan mencari lebih banyak lagi jurnal sejenis karena saya menemukan informasi yang menarik. Jurnalnya berbicara tentang autisme dan pengaruh faktor lingkungan. Jurnal seorang ahli autisme yaitu Philip J. Landrigan. Landrigan mengatakan bahwa dari banyaknya kasus autisme yang ada di AS (6-7 kasus dalam 10.000 anak) hanya sekitar 7-8% disebabkan oleh gen. Membaca ini membuat saya teringat pada teman saya yang memiliki 2 orang anak yang menderita autisme. Dia bercerita bahwa selama kehamilan istrinya rajin mengkonsumsi ikan laut dan memakan makanan kaya nutrisi. Jadi dimana masalahnya, apa yang menyebabkan kedua anak mereka mengalami autis? Pertama, mari kita mengenal sebenarnya apa itu autisme. Autisme adalah gangguan perkembangan otak (Landrigan 2010). Mutasi, pengkopian hingga hilangnya gen-gen tertentu adalah penyebab dari autisme, namun rusaknya gen tidak dapat menjelaskan epidemi autisme yang terjadi pada masa kini. Autisme dicirikan dengan kurangnya kemampuan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang berulang (Newscaffer et al., 2007). Dalam banyak penelitian, autisme lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dengan jumlah kasus 3-5 kali lipat lebih banyak dibandingkan anak perempuan.  
Kerusakan gen hanya fragmen kecil penyebab autisme, fragmen besarnya adalah lingkungan (www.evangelinecan.org)
Bila  autisme adalah ganguan perkembangan otak, maka kapan gangguan tersebut bisa terjadi? Periode prenatal adalah periode yang rentan terhadap gangguan baik terhadap hormon reproduksi ibu dan janin. Dalam periode prenatal terdapat proses perkembangan otak janin dan gangguan pada periode ini dapat menyebabkan kerusakan pada otak (Zoeller, 2007; Gore and Crews, 2009). Estrogen tidak hanya mempengaruhi otak yang berperan dalam aktivitas reproduksi tetapi juga fungsi lainnya. Estrogen berperan dalam bagian otak lainnya seperti hippocamphus dan cerebral corteks. Bagian otak yang tidak berperan dalam pengaturan reproduksi, bekerja sama dengan estrogen dalam pengaturan suasana hati, aktivitas lokomotor, sensitivitas terhadap rasa sakit, kerentanan terhadap epilepsi, mekanisme atensi, dan kognisi (McEwen dan Alves, 1999). Senyawa estrogenik merupakan bahan kimia atau senyawa yang bersifat seperti estrogen. Senyawa ini bertingkah seperti estrogen sehingga berhasil menipu tubuh untuk mendorong atau menghentikan pembentukan protein ataupun hormon tertentu. Pembentukan/penghentian protein atau hormon yang tidak seharusnya menyebabkan tubuh menjadi kehilangan keseimbangan dan pada akhirnya dapat mengganggu fungsi organ. Beberapa senyawa estrogenik termasuk dalam neurotoksik atau racun syaraf. Berikut ini adalah beberapa kasus yang dapat menggambarkan peranan estrogen sintetik sebagai pemicu autisme:

  1. PCB (Polychlorinated Biphenil). Konsumsi ikan yang hidup pada perairan tercemar PCB merupakan sumber utama masuknya PCB di dalam tubuh. Jacorson dan Jacobson (2006) melakukan penelitian dengan subyek anak-anak yang ibunya memakan ikan dari Danau Michigan yang terkontaminasi PCB. Hasil penelitian ini juga mengejutkan karena anak-anak yang terpapar PCB sejak masa kehamilan mengalami skor IQ yang lebih rendah. Mereka yang terpapar dalam konsentrasi PCB tertinggi mengalami skor IQ tiga kali lebih rendah dan keterlambatan untuk bisa membaca setidaknya 2 tahun. Pada beberapa penelitian lainnya yang mengambil tempat di Michigan, ditemukan banyak kasus mengenai keterlambatan pertumbuhan janin dan bayi (Fein et al., 1984; Jacobson et al., 1990). Lemahnya memori jangka pendek pada bayi dan anak berumur 4 tahun juga menjadi satu dari banyak kasus yang bermunculan di Michigan 
  2. Logam berat. Beberapa logam telah dimasukkan dalam kategori racun syaraf. Timbal (Pb) dan merkuri (Hg) merupakan salah satunya. Penelitian yang dilakukan oleh Jusko et al. (2008) memberikan gambaran yang jelas peranan Pb sebagai racun syaraf.  Jusko et al. (2008) menemukan bahwa kadar Pb dalam darah kurang dari 10 mikrogram/dL telah mempengaruhi fungsi kognitif anak. Sama seperti PCB, pengaruh Pb terhadap kesehatan adalah menyebabkan penurunan IQ anak. Hg menyebabkan gangguan serius terhadap perkembangan syaraf terutama pada anak yang terpapar sejak dalam kandungan  (Bakir et al., 1977; Tsubaki dan Irukayama, 1977). Etilmerkuri adalah bentuk Hg yang terdapat pada daging ikan yang menjadi penyebab terjadinya bencana genetika di Minamata, Jepang. Etilmerkuri juga telah digunakan pada berbagai produk medis, salah satunya adalah thimerosal dalam vaksin dan thimerosal merupakan salah satu sumber merkuri dalam darah (Newscaffer et al., 2007). Penelitian terakhir mengenai polutan udara yang berbahaya menemukan adanya hubungan kuat antara autisme dengan tingkat logam berat di udara terutama untuk merkuri, kadmium, dan nikel (Windham et al., 2006).
  3. Klorpirifos. Klorpirifos adalah insektisida yang banyak digunakan untuk membunuh serangga baik di rumah maupun pertanian. Kloripirifos pertama kali diketahui mengandung racun syaraf pada sebuah percobaan. Dimana paparan dilakukan pada saat induk mencit bunting, dan ketika beranak diketahui bahwa bayi mencit mengalami penurunan jumlah syaraf, penurunan intelegensi, dan perubahan perilaku (Levin et al., 2001). Penelitian lanjutan untuk melihat dampak klorpirifos terhadap manusia telah banyak dilakukan. Dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa paparan klopirifos memperpendek masa kehamilan, penurunan bobot bayi saat lahir, dan peningkatan syaraf refleks yang abnormal (Young et al., 2005; Engel et al., 2007). Ketika perkembangan bayi ini dilanjutkan hingga usia 2-3 tahun diketahui bahwa terdapat penundaan perkembangan secara signifikan, hambatan kognitif, dan peningkatan resiko untuk gangguan hiperaktif-perhatian (Attention Deficit Hyperactive Disorder/ADHD) (Rauh et al., 2006).  
  4. Ptalat. Ptalat dapat ditemukan pada berbagai produk seperti suplemen diet, obat-obat, perlengkapan rumah tangga, dan kemasan makanan. Janin dan bayi sangat tinggi sensitivitasnya terhadap senyawa kimia. Karena pada tahapan ini mereka dalam periode kritis perkembangan (Cho et al., 2010; Suzuki et al., 2010). Senyawa kimia dapat dipindahkan dari ibu ke janin melalui plasenta atau ASI untuk bayi (Hines et al., 2009; Latini et al., 2009).  DEHP (dietilheksil ptalat) merupakan salah satu senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok ptalat. Anak-anak diketahui terpapar konsentrasi DEHP yang 2 lebih tinggi daripada orang dewasa (Hellersted et al., 2008; Wittassek et al., 2009). Pembuktian hubungan antara DEHP dan metabolitnya terhadap autisme ditunjukkan oleh Testa et al. (2012).  Testa et al. (2012) menemukan bahwa konsentrasi DEHP dan metabolitnya ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada mayoritas penderita autis (91,1%). Bila dibandingkan dengan sindrom Rhett, konsentrasi DEHP tetap lebih tinggi pada penderita autisme. Lebih jauh lagi, penelitian terbaru menyatakan bahwa paparan ptalat menyebabkan penurunan perkembangan motor/mental anak dan meningkatan perilaku menyendiri (internalizing behaviour) sebelum bersekolah (Whyatt et al., 2011).  Ptalat juga mengganggu hormon tiroid dengan mendorong terjadi hipotiroidisme. Studi terakhir menyatakan bahwa hipotiroksinaemia dalam kandungan, berhubungan dengan penurunan kpasitas, keterbelakangan mental, dan ASD (Autism Spectrum Disorder) (Roman, 2007). Kekurangan hormon tiroksin menyebabkan perubahan permanen pada cerebral kortek yang banyak ditemukan pada anak yang menderita autis.
Bermain dalam kubangan limbah kimia
Setelah membaca jurnal-jurnal kesehatan ini, yang mayoritas penelitiannya di negara maju, membuat saya jadi bertanya-tanya terhadap kondisi kesehatan anak-anak di sekitar saya. Bila di Amerika saja, yang jelas-jelas badan lingkungan hidupnya (EPA- Environmental Protection Agency) dan BPPOM (FDA-Food and Drugs Administration) sangat ketat memberlakukan peraturan terhadap buangan limbah industri dan penggunaan bahan kimia pada berbagai produk, mengalami kebobolan dengan terjadinya epidemi autisme. Bagaimana dengan kita, yang pengelolaan lingkungannya tidak baik? Saya memang belum menemukan jurnal tentang epidemi autisme di Indonesia, tapi bukan berarti itu tidak terjadi. Sejauh yang saya tahu, anak-anak di Kenjeran mengalami kesulitan dalam menangkap pelajaran dan fakta ini bisa dijadikan indikator awal terjadi gangguan syaraf.  Mungkin akan terlihat klise bila saya berkata, kita harus memperbaiki lingkungan demi anak cucu yang akan hidup di masa datang. Tapi semua yang kita lakukan dan perbuat pada masa sekarang, akan berdampak pada masa mendatang. Dengan kita bersepeda ke sekolah/tempat kerja, memilih untuk membawa botol air minum dibanding air kemasan, tidak menggunakan produk yang industrinya terbukti menjadi pencemar lingkungan merupakan tindakan penyelamatan lingkungan yang sangat berarti dan pastinya mengurangi senyawa estrogenik yang masuk ke dalam tubuh kita. Bagaimana dengan anda, apa yang akan anda lakukan untuk mengurangi masuknya senyawa estrogenik dalam tubuh?



Daftar Pustaka

  • Bakir, F, S. F. Damluji, L. Amin-Zaki, M. Murtadha, A. Khalidi. 1973. Methylmercury Poisoning in Iraq. Science, 181,230-241
  • Engel, S. M, G. S. Berkowitz, dan D. B. Barr. 2007. Prenatal Organophosphate Metabolite and Organochlorine Levels and Performance on The Brazelton Neonatal Behavioral Asessment Scale in Multiethnic Pregnancy Cohort. Am. J. Epidemiology, 165, 1397-1404
  • Fein, G. G, J. L. Jacobson, S. W. Jacobson, P.M Schwartz, dan J.K Dowler. 1984. Prenatal Exposure to PCB: Effect on Birth Size and Gestational Age. Journal of Pediatrics, 105,315-320
  • Jacobson, S.W, G. G. Fein, J. L. Jacobson, P. M. Schwartz, dan J. K. Dowler. 1985. The Effect of Intrauterine PCB Exposure on Visual Recognition Memory. Child Development, 56, 853-860
  • Jacobson, J. L, S. W. Jacobson, dan H.E.B Humphrey. 1990. Effects of  In Utero Exposure to PCB and Related Contaminantas on Cognitive Fuctioningn in Young Children. Pediatric, 116, 38-45
  • Jacobson, J. L, S. W. Jacobson, dan H.E.B Humphrey. 1990. Effects of Exposure to PCB and Related Compounds on Growth and Activity in Children. Neurotoxicological Teratology, 12, 319-326
  • Jusko, T. A, C.R. Henderson, B. P. Lanpear, D. A. Cory-Slechta, P. J. Parson, dan R. L. Canfield. 2008. Blood Lead Concentration < 10 microgram/dL and Intelligence at 6 Years of Age. Environmental Health Perspective, 116 (2), 243-248
  • Landrigan, J.P. 2010. What Causes Autism?Exploring The Environmental Contribution. Current Opinion in Pediatrics, 22, 219-225
  • Levin, E. D, N. Addy, dan A. Nakajima. 2001. Persistent Behavioural Consequences of Neonatal Chlorophyrifos Exposure in Rats. Brain Res Dev Brain Research, 130, 83-89
  • Tsubaki, T dan K. Irukayama. 1977. Minamata Disease:Methylmercury Poisoning in Minamata and Nigata, Japan. Elsevier
  • McEwen, B.S, dan S. H. Alves. 1999. Estrogen Action on Central Nervous System. Endocrinology Review, 20, 279-307
  •  Newscaffer, C. J, L.A. Croen, J. Daniels, E. Giarelli, J. K. Grether, S. E. Levy, D. S. Mandell, L> A. Miller, J. Pinto-Martin, J. Raven, A. M. Reynold, C. E. Rice, D. Schendel, dan G. C. Windham. 2007. The Epidemiology of Autism Spectrum Disorders. ANRV305-PU28-21
  • Rauh, V. A, R. Garfinkel, dan F. P. Perea. 2006. Impact of Prenatal Chlorpyrifos Exposure on Neurodevelopment in The First 3 Years of Life Among Inner-city Children. Pediatrics, 118, 1845-1859
  • Roman, G. C. 2007. Autism: Transient in utero Hypthyroxinemia Related to Maternal Flavonoid Ingestion During Pregnancy and to Other Environmental Antithyroid Agents. J. Neuro. Sci, 262, 15-26
  • Suzuki, Y, M. Niwa, J. Yoshinaga, Y. Mizumoto, S. Serizawa, dan H. Shiraishi. 2010. Prenatal Exposure to Phtalate Esters and PAHs and Birth Outcomes. Environ. Int, 36, 699-704 
  • Testa, C, F. Nuti, J. Hayek, C. De Felice, M. Chelli,  P. Rover, G. Latini dan A. M. Papini. 2012. DEHP and Autism Spectrum Disorders. ASN Neuro, 4(4), 223-229 
  • Whyatt, R. M, X. Liu, V. A. Rauh, A. M Calafat, A. C. Just, L. Hoepner, D. Diaz, J. Quinn, J. Adibi, F.P. Perera, dan P. Litvak-Factor. 2011. Maternal Prenatal Urinary Phthalate Metabolite Concentration and Child Mental, Psychomotor and Behavioral Development at Age Three Years. Environ. Health Perspect, 120, 290-295
  • Windham, G. C, L. Zhang, R. Gunier, L. A. Croen, J. K. Grether. 2006. Autism Spectrum Disorder in Relation to Distribution of Hazardous Air Pollutants in San Fransisco Bay Area. Environmental Health Perspective, 114, 48-444
  • Wittassek, M, J. Angerer, K. Gehring, S. D. Schafer, W. Klockenbusch, L. Dobler, A. K. Gunsel, A. Muller, dan G. A. Wiesmuller. 2009. Fetal Exposure to Phthalates-A Pilot Study. Int J. Hyg. Environ Health, 212, 492-498 
  • Young. J. G, B. Eskenazi, dan E. A. Gladstone. 2005. Association Between In Utero Organophosphate Pesticide Exposure and Abnormal Reflexes in Neonates. Neurotoxicology, 26, 199-209
  • Zoeller, R.T. 2007. Environmental Chemicals Impacting Thyroid: Target and Consequences. Endocrinology, 17,811-817

Komentar

Postingan Populer