Brantas: Nasibmu Sekarang

Kali Brantas merupakan sungai yang penting bagi warga Jawa Timur dan Indonesia. Dengan panjang 320 km, Kali Brantas melewati 17 kota dan atau kabupaten di Provinsi Jawa Timur. 17 kabupaten dan/kota yang dilewati tersebut adalah Blitar, Malang, Kediri, Jombang, Nganjuk, Trenggalek, Tulungagung, Jombang, Mojokerto, Pasuruan, dan Sidoarjo. Kali Brantas juga dapat dikategorikan sebagai sungai purba yang telah, sedang, dan akan melewati waktu yang sangat lama.  Peranan Kali Brantas sudah dimulai sejak jaman kerajaan kanjuruhan. Pada saat Raja Erlangga memerintah (1023-1041) dibangunlah bendungan Waringin Sapta. Bendungan Waringin Sapta berfungsi sebagai pengendali banjir dan prasarana pengairan. Dengan berdirinya Bendungan Waringin Sapta, maka pertanian mengalami kemajuan dan rakyat menjadi makmur. Peranan Kali Brantas dalam mendukung pertanian sangat besar hingga sekarang. 60% produksi padi Jatim dan 10% produksi padi nasional dihasilkan dari pertanian yang terdapat di sepanjang aliran Kali Brantas. Kerusakan yang terjadi pada daerah tangkapan air Kali Brantas juga disebabkan oleh pertanian. Hutan-hutan di daerah tangkapan air berubah menjadi pertanian sayur. Pertanian sayur mayur bahkan pada lereng dengan kemiringan lebih dari 45 derajat. Selain hilangnya banyak daerah tangkapan air, Kali Brantas hulu juga mengalami tantangan lainnya yang berasal dari pertanian, yaitu penggunaan pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan. Batu merupakan salah satu hulu Kali Brantas dan apel menjadi ikonnya. Sayangnya, banyak pertanian apel yang berhenti berproduksi karena tanahnya jenuh terhadap pestisida dan pupuk kimia.
Pertanian sayur-mayur yang menghilangkan fungsi serapan air pada daerah hulu

Kotoran sapi langsung dialirkan dari kandang sapi ke got-got warga
Peternakan sapi di hulu Kali Brantas, seperti Pujon dan Ngantang, turut menambah permasalahan d Kali Brantas. Sejak dahulu Pujon dan sekitar terkenal dengan produksi susu segarnya.Peternak yang berada di wilayah ini memiliki sapi dalam jumlah besar, antara 10 hingga 60 ekor. Sebuah desa bisa memiliki lebih dari 2000 ekor sapi perah. Namun pemanfaatan kotoran sapi belum dilakukan secara maksimal. Umumnya mereka membuang kotoran sapi langsung ke got-got. Sehingga pada pagi dan sore hari, got-got yang berada di depan rumah berwarna hijau dan bau kotoran sapi menjadi pewangi khas di desa-desa ini. Bagi mereka yang menempuh perjalanan jauh, berhenti di bantaran sungai untuk menghilangkan penat dan mencuci wajah untuk mendapatkan kesegaran merupakan hal yang menyenangkan, selama mereka tidak mengetahui pencemaran yang terjadi. Kali Konto merupakan anak Kali Brantas yang berhulu di Batu dan menjadi sumber air bagi Bendungan Selorejo. Seringkali orang yang tidak paham dengan permasalahan ini, menganggap bahwa warna hijau kecoklatan air Kali Konto disebabkan oleh erosi. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah warna hijau kecoklatan ini dihasilkan dari kotoran sapi yang dibuang melalui got-got warga. 

Aktivitas penambangan pasir dengan menggunakan ponton
Bergerak ke bagian tengah Kali Brantas, permasalahan yang dominan muncul adalah penggalian pasir. Sebenarnya, permasalahan penggalian pasir sudah berlangsung sejak di hulu Kali Brantas. Kali Bladak yang notabene merupakan anak Kali Brantas adalah jalur lahar Gunung Kelud. Di sini, puluhan truk berlalu lalang membawa pasir dengan 5-10 trip/truk/hari. Setiap harinya 6 ton pasir dikeruk dan dijual kepada daerah sekitarnya. Di bagian tengah Kali Brantas, kota/kabupaten seperti Kediri dan Tulungagung yang menjadi pusat-pusat penggalian pasir. Sebelum tahun 2011, merupakan salah satu pusat penggalian pasir. Namun setelah kejadian longsornya bantaran yang berbatasan dengan jalan raya yang menghubungkan Gresik-Mojokerto, pemerintah mulai serius membersihkan para penambang pasir. Dalam investigasi yang dilakukan oleh Ecoton pada tahun 2009, perputaran uang dari penambangan pasir adalah 1 milyar/hari. Uang tersebut mengalir kepada aparat desa, polisi, TNI, dan rumah ibadah sehingga pemberantasan yang dilakukan menjadi asal-asalan. Pada bagian hilir Kali Brantas, aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran adalah limbah (baik domestik maupun industri). Pemukiman yang semakin merapat ke bibir sungai (tanpa septic tank dan sanitasi) dan industri seperti pabrik gula, tepung, kertas, rumah potong hewan, dan tahu menghasilkan bahan organik dalam volume yang besar. Sedangkan industri elektronik, tekstil, minuman, deterjen, besi dan baja menghasilkan limbah berupa bahan kimia yang tidak hanya menurunkan oksigen terlarut dalam air juga menyebabkan akumulasi senyawa ini pada sedimen sungai.

Kondisi pemanfaatan bantaran di daerah hilir anak Kali Brantas (Kali Surabaya)





Komentar

Postingan Populer