Popok (disposeable diaper): penyelamat atau penyakit?

Bagi para ibu, penemuan popok adalah hal terbaik yang pernah ada. Popok memudahkan mereka untuk mengurus si kecil. Praktis dan tidak ribet itu adalah alasan yang paling sering saya dengar dari teman-teman mengenai alasan mereka memilih menggunakan popok. Saya sering berpromosi bahwa popok menyebabkan pencemaran lingkungan dan baru terurai setelah 500 tahun. Namun tanggapan mereka hanya 'oh, oke', kadang kala ada jawaban yang lebih panjang seperti 'ya, tapi mau bagaimana lagi'. Mungkin bagi banyak orang hal ini menjadi celotehan yang membosankan dan tidak berarti, yang terus diulang-ulang tanpa henti dan berita basi. Namun bila saya katakan popok yang anda gunakan menyebabkan anak menjadi sakit, apakah ini menjadi berita basi dan tidak berarti?
Mengapa popok begitu keren? Tentu saja karena kemampuannya untuk menyerap dengan cepat dan menahan urine dalam jumlah besar. Untuk bayi berumur di bawah 6 bulan, popok harus diganti setidaknya 5 kali/hari sedangkan bayi di atas 6 bulan, popok diganti 3-5 kali/hari. Adalah sodium poliakrilat atau hydrogel (SAP-Super Absorbent Polymer) yang merupakan penyebab popok bayi menjadi 'awet'. Tapi tahukah anda, bahwa SAP hanya satu dari empat bahan kimia yang menyebabkan anak anda sakit. Mari kita mulai urutkan keenam bahan kimia tersebut:
SAP (sumber: nuoersap.en.made-in-china.com)
  1. Sodium poliakrilat (SAP). SAP yang sekarang banyak digunakan dalam popok dihasilkan dari minyak bumi sehingga dikhawatirkan mengandung senyawa toksin. Selain itu, SAP seringkali dihubungkan dengan sindrom keracunan (Toxic Shock Syndrome). Penggunaan popok dalam jangka waktu yang lama menyebabkan bakteri tumbuh dan meningkatkan resiko infeksi TSS. Pegawai yang bekerja pada pabrik yang menghasilkan poliakrilat menderita kerusakan organ (wanita), kehilangan berat badan secara drastis dan kelelahan. Karena kemampuan serapnya yang sangat ekstrem, poliakrilat juga menyerap kelembaban dari kulit dan menyebabkan ruam  dan menyebabkan pendarahan pada jaringan skrotal dan perineal.
  2. Dioksin. Klorin digunakan dalam proses produksi popok untuk memutihkan bahan popok. Permasalahan yang muncul adalah klorin menghasilkan senyawa toksik yang disebut dengan dioksin. Dioksin menyebabkan gangguan terhadap sistem endokrin, kanker, dan cacat reproduksi dan berkembangan. Badan Lingkungan Hidup Amerika mengkategorikan dioksin sebagai agen kanker bagi manusia. TCDD (2,3,7,8 tetraklorodibenzo-p-dioksin)  selain dikenal sebagai agen kanker, TCDD juga menjadi penyebab diabetes dan endometriosis.
  3. Pewangi. Pewangi kadangkala digunakan sebagai bahan tambahan dalam popok untuk menutupi bau feses bayi. Namun dalam pewangi terdapat senyawa yang bernama ptalat. Ptalat telah terbukti menyebabkan gangguan sistem endokrin dan dikategorikan sebagai racun sehingga penggunaannya dibatasi. Badan lingkungan hidup Amerika (Environmental Protection Agency-EPA) mengajukan penambahan beberapa senyawa ptalat ke dalam daftar bahan kimia yang terdapat pada Toxic Substances Control Act dan Toxics Release Inventory List (EPA, 2009). Bayi masih dalam tahapan perkembangan sistem organ dan sangat sensitif terhadap bahan kimia. Pewangi yang digunakan pada popok menyebabkan iritasi yang tidak perlu dengan potensi untuk menyebabkan permasalahan kesehatan seperti ruam kemerahan dan gejala kesulitan pernafasan.
  4. Tributilin (TBT). TBT merupakan toksin yang berpotensi mengganggu aktivitas gen dan menyebabkan obesitas. TBT merupakan senyawa yang sangat toksik meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah. TBT merupakan salah satu senyawa estrogenik (senyawa yang merupai hormon estrogen). Dalam banyak penelitian yang mengunakan hewan uji dan hewan liar, terbukti bahwa TBT menyebabkan ikan dan siput mengalami pergantian jenis kelamin
Ruam akibat popok bayi (sumber:www.naturalremedies.org)

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1999 oleh Anderson Laboratories, Inc menemukan bahwa tikus lab yang terpapar berbagai merek popok mengalami gejala seperti asma bersamaan dengan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tipe dari popok menghasilkan bahan kimia yang beracun pada pernafasan dan popok harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan ashma. Setelah anda mengetahui senyawa beracun yang terdapat dalam popok, masihkah anda tidak peduli?

ployees in factories producing Polyacrylate suffer from female organ damage, fatigue and weight loss. No long term studies have been conducted to assess the risks of 24/7 exposure to this compound on a babies vulnerable genitals.
Due to its extreme absorbency, this chemical has been found to draw moisture from the skin, causing severe nappy rash and bleeding of perineal and scrotal tissue. Polyacrylic Acid is also lethal to cats when inhaled.
- See more at: http://www.babiesnappies.co.uk/2008/06/19/scary-sposies/#sthash.Idhj4Cj1.dpuf

Employees in factories producing Polyacrylate suffer from female organ damage, fatigue and weight loss. No long term studies have been conducted to assess the risks of 24/7 exposure to this compound on a babies vulnerable genitals.
Due to its extreme absorbency, this chemical has been found to draw moisture from the skin, causing severe nappy rash and bleeding of perineal and scrotal tissue. Polyacrylic Acid is also lethal to cats when inhaled.
- See more at: http://www.babiesnappies.co.uk/2008/06/19/scary-sposies/#sthash.Idhj4Cj1.dpuf
DAFTAR PUSTAKA

  • Alberta, Lauren, Susan M. Sweeney, and Karen Wiss. "Diaper Dye Dermatitis." Pediatrics 116
    (2005): 450-52.
  • Anderson RC, Anderson JH. "Acute respiratory effects of diaper emissions." Arch Environ Health. 1999 Sep-Oct;54(5):353-8.
  • ATSDR, 1998. Draft Update Toxicological Profile for Chlorinated Dibenzo-p-dioxins.Prepared by Research Triangle Institute for U.S. Department of Health and HumanServices, Agency for Toxic Substances Disease Registry (ATSDR), Atlanta, GA. 677 pp.
  • Davis, James A., James J. Leyden, Gary L. Grove, and William J. Raynor. "Comparison of
    Disposable Diapers with Fluff Absorbent and Fluff Plus Absorbent Polymers: Effects on Skin
    Hydration, Skin PH, and Diaper Dermatitis." Pediatric Dermatology 6.2 (2008): 102-08.
  • DeVito, Michael J., and Arnold Schecter. "Exposure Assessment to Dioxins from the Use of Tampons and Diapers." Environmental Health Perspectives 110.1 (2002): 23-28.
  • EPA. 2009. Phthalates Action Plan. http://www.epa.gov/opptintr/existingchemicals/pubs/phthalates.html 
  •  EPA. 2000c. Draft exposure and health reassessment of 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-P-dioxin(TCDD) and related compounds. EPA/600/P-00/001Ab-Ae, Ag. EnvironmentalProtection Agency (EPA), Office of Research and Development (ORD), National Center forEnvironmental Assessment (NCEA), Washington, DC
  • Food and Drug Administration (FDA).2012. Indirect Food Additives: Adhesive and Components Coatings. FDA-2012-F-0728
  • H.R.Y. Prasad, Pushplata Srivastava, and Kaushal K. Verma. "Diapers and skin care: Merits and Demerits." Indian Journal of Pediatrics 73.10 (2004): 907-908.
  • Marvel. 2011. Berapa Kali Popok Bayi Anda Harus Diganti?. http://ariantaonline.wordpress.com
  • Spurrier, J. B. What Is Inside Those Disposeable Diaper. www.BabyGearLab.com
  • Sutton, Marianne B., Michael Weitzman, and Jonathan Howland. "Baby Bottoms and Environmental Conundrums: Disposable Diapers and the Pediatrician." Pediatrics 1991 85.2 (1991): 386-388.

Komentar

Postingan Populer